Sabtu, 18 November 2017

Jelajah Sunda Kecil & Lorosae, Bagian 5 (Flores 2)

Sabtu 30 september 2017
Pagi ini saya mendapat informasi kalau kapal ferry Larantuka - Kupang akan berangkat lusa (Senin) jam 12.00 siang, karena itu rencana untuk ke Desa Bena & Taman laut Riung bersama 3 rekan backpackers yg ternyata baru tiba tadi malam jam 22.30 di Bajawa, terpaksa saya batalkan, mengingat jarak ke Larantuka dari Bajawa ini masih sangat jauh dan terlalu beresiko ketinggalan ferry jika saya tetap pada rencana semula, apalagi cuaca buruk yang sering datang tiba tiba, bisa sangat menghambat perjalanan saya nantinya.

Akhirnya saya putuskan untuk langsung melanjutkan perjalanan menuju Larantuka saja, tapi sebelumnya saya ingin bersantai di Kota Bajawa yg cantik ini, menikmati kopi Bajawa yang tersohor, makan pisang goreng sambil menunggu kering; pakaian, jaket, kaos kaki dan sepatu yg saya cuci dan jemur sejak semalam.
Ngopi dulu coy
Jam 10.30 wita saya melanjutkan perjalanan ke arah Ende dengan rasa kantuk dan malas yang masih  sangat mempengaruhi saya, speed motor pun menjadi  super santai.

Sekitar 10 Km selepas Kota Bajawa. saya sempatkan kembali mengisi full tangki motor saya sebelum melanjutkan perjalanan dan celingak celinguk mencari warung kopi, ternyata ada view yang cukup menarik dipinggir jalan. 
Saya berhenti dahulu untuk foto2, sayangnya tidak ada warung kopi disini :



Lanjut berjalan sedikit, disebuah pencucian motor, saya menemukan warung kopi dimana sedang banyak pemuda lokal yang berkumpul dan sayapun ikut ngobrol seru dengan mereka, sampai tiba2 ada orang baru datang yang berbicara dalam bahasa Bali halus kepada saya : "Saking napi pak bla bla bla ?"  Kemungkinan dia mendengar saat saya menjawab pertanyaan warga tentang asal saya; dengan berkata bahwa saya adalah orang Bali plat B, apalagi saya juga  mengenakan gelang Tridatu yg khas orang Bali (tapi sekarang pemain2 sinetron anak langit juga sok ikut2 an makai gelang Tridatu hehe).

Cukup kaget saya, ada orang Bali dipelosok Flores ini, yang ternyata dia adalah orang Bali asli dari Singapadu (Gianyar) yang sedang megerjakan sebuah gereja didaerah situ.

ternyata memang saat ini, sangat lumrah Orang2 Flores dan Timor menggunakan Tukang, arsitek atau ahli ukir orang Bali untuk membuat bangunan yang kuat unsur seninya, bukan hanya gereja atau bangunan pemerintah, tapi ukiran di tugu pandang Kelimutu juga dibuat oleh orang Bali. 

Semoga orang orang Bali disini juga menularkan ilmu bercocok tanamnya di Flores selain ilmu dibidang pariwisata, karena menurut saya hal itu sangat mendesak untuk dilakukan agar bahan makanan menjadi murah dan gampang didapat, tidak seperti saat ini; harga makanan jauh lebih mahal dari Timor Barat, hal mana mungkin karena jalur berliku di Flores menyulitkan untuk distribusi bahan makanan, sedangkan banyak bahan makanan justru banyak didatangkan dari luar Flores.

Saya jadi kepikiran, baru 1 minggu saya mengenakan gelang Tridatu asli dan sudah 4 orang yang langsung mengenali saya sebagai orang Bali, yaitu Petugas kantin KMP Cakalang 2 (asal Jawa Timur), Kapten Kapal Cakalang 2 (orang Bali), wisatawan Belgia di Labuan Bajo dan arsitek ini, artinya jadi agak sulit menyembunyikan identitas saya hehehe

Sekitar jam 13.00 wita, saya tiba di Boawae yang sudah masuk kabupaten Nagakeo dan sempat berhenti memfoto sebuah gereja yang menurut saya indah:

baru setengah jam jalan, kembali saya berhenti untuk mengambil beberapa foto lagi:



Disebuah pertigaan dimana posisinya sudah mendekati perbatasan kabupaten Nagakeo dan Kabupaten Ende, saya yang sebenarnya sudah makan nasi Padang di Bajawa, kembali lapar dan kembali ingin ngopi, sayangnya disini tidak ada nasi hanya ada roti dan jagung.

Kebetulan sekali saya bertemu dengan beberapa orang berseragam Pemda dan mendapatkan info, kalau saya belok kekiri disitu, maka saya akan tiba di Mbay dan bisa langsung ke Maumere via pesisir utara tanpa lewat Kota Ende dan Desa Moni (desa untuk ke Kelimutu), tapi kondisi jalannya belum selesai 100%, dimana banyak bagian yang masih tahap pengerasan atau bagian yang rusak parah (menurut mereka).
terlihat yg kekiri itulah jalur ke Mbay
Awalnya Tanpa ragu, saya langsung belok kekiri,  karena rencananya saat balik saya tidak akan lewat Flores lagi, tapi lewat Pulau Sumba, sedangkan jalan utama Flores sudah pernah saya lewati tahun 2013, sebaliknya jalur baru yg via pesisir utara ini belum.

Baru 3 km, tiba2 saya memutuskan balik sajalah ke jalan utama, karena saya buta total tentang kondisi jalannya, sedangkan saya tidak ingin mengambil resiko tertinggal kapal ferry Larantuka - Kupang.

*Catatan :
Dalam perjalanan kembali ke Jakarta, akhirnya saya jadi melewati pesisir utara Flores dari Maumere - Mbay - Riung dan membatalkan ke P Sumba, dikarenakan harga tiket Ferry Kupang - Waingapu (Sumba timur) teramat mahal (425rb) sedangkan Kupang - Larantuka hanya 235rb ditambah klo via Sumba kesempatan riding saya dari ujung timur sampai ujung barat (Waingapu - waikelo) hanya 200an km, sedangkan Flores (larantuka - Bajo = 686 km), artinya saya yg maniac riding akan kehilangan hampir 500 km kesempatan riding.


Memasuki Kabupaten Ende, cuaca yang tadinya sangat terik, berubah menjadi mendung, saya tidak mau menyia nyiakan kesempatan mengambil foto2 disini saat terang dan belum hujan, dimana saat touring 2013, saya tiba dibagian ini saat sudah gelap dan tidak bisa foto2:



Baru saja kembali melanjutkan perjalanan sebentar, saya sudah berhenti lagi, kali ini saya memutar balik motor dan foto2 disisi sebrang:


Mendung bertambah pekat dan saya tahu, dalam hitungan kurang dari 5 menit, hujan deras akan turun, mau tidak mau saya berhenti disisi kanan jalan dan sempat mengambil beberapa foto sebelum mengamankan barang2 berharga, seperti: dompet, HP dan Kamera kedalam box, serta mengenakan mantel hujan:



Benar saja, hujan yang sangat deras turun dan saya sempat mengisi kembali BBM motor dengan Pertalite di Kota Ende, yang ternyata hanya Rp 30.000 sudah kembali full.


Riding All The Way, karena Saya Bukan Shippacker
Dari Flores menuju ke Kupang (P Timor), sebenarnya ada 3 pelabuhan yang bisa digunakan, seperti pada peta dibawah, terlihat jelas kalau via Ende inilah yang tercepat dan kebetulan saat itu saya melihat kapal Ferry di Pelabuhan Ende.

Tapi itu artinya, saya akan kehilangan kesempatan riding sekitar 300 km (Ende - Larantuka) yang justru merupakan tujuan utama saya adalah riding / touring motor dan saya bukan shippacker. karena itulah, saya tetap meneruskan perjalanan ke arah Larantuka...
Klo mo cepat ke tujuan, jangan turing motor, naik pesawat aja sekalian hehehe...
Peta pelabuhan2 di Flores ke arah Kupang


Kembali ke ceritra:
Selepas Kota Ende, hujan berhenti, tapi saya sudah menduga kalau berhentinya hanya sebentar saja, karena itu saya manfaatkan benar untuk kembali foto2:


Baru berjalan beberapa Km, sepertinya hujan yang lebih deras dari sebelumnya akan turun, saya harus kembali mengamankan HP, Dompet & Kamera serta memakai kembali jas hujan, ternyata...indah sekali tempat saya berhenti ini:




Perjalanan kembali berlanjut ditengah hujan dan kabut yang benar2 sangat mengasikkan ini, tapi tiba2 kabut menjadi sangat tebal dan sudah masuk kategori kabut padat dimana pandangan hanya 2 - 5 meter saja, sangat menghambat speed motor saya, membuat saya hanya berani menjalankan motor 30 - 40kpj saja, tapi benar benar seru, karena seingat saya, inilah kabut paling pekat, paling syahdu dan paling cantik yang pernah saya hadapi hehehe.

Ohh iya, saat kabut tebal ini luxeon 10 watt warmwhite bertype flood (menyebar) 3000k yg lebih kuning dari lampu utama standar, ternyata cukup membantu saya melihat obyek yang dekat, kurang dari 5m, tapi lebih dari itu tetap tidak terlihat apapun.

Tentang Kabut Tebal (padat)
Didaerah lembah dataran tinggi seperti ini yang selalu diselimuti kabut hampir sepanjang hari, kabut yang paling tebal dalam satu hari biasanya hanya berlangsung 30 menit saja, yaitu disaat transisi antara angin lembah ke angin gunung atau sebaliknya.

Hal ini dikarenakan saat transisi angin, kecepatan angin berkurang drastis dan tidak mampu mendorong kabut keluar dari area lembah ini yang membuat kabut hanya berkumpul di area lembah saja.

Saat ini sekitar jam 16.30 wita dan nanti setelah 17.00 wita, kecepatan angin akan kembali normal yang akan membuat kabut tebal mulai tersingkap.

Benar saja, memasuki desa Moni yang merupakan desa terakhir untuk ke Taman Nasional Kelimutu, kabut mulai perlahan tersingkap dan saya memutuskan berhenti untuk makan sebelum melanjutkan perjalanan ke arah Maumere.

Tempat yang saya masuki ini bernama Chenty Lodge, dimana saat itu, hanya satu2 nya tempat yang menjual nasi yang sangat saya butuhkan hehe.
Pemilik tempat ini sangat ramah dan mengompori saya untuk menginap sembari berceritra kalau sekalipun saya sudah pernah ke Kelimutu, tetap harus datang lagi, karena setiap tahun warna danau nya berubah.

Saya yang awalnya berniat melanjutkan perjalanan malam itu ke Maumere, tanpa singgah ke Tn Kelimutu, langsung goyah, apalagi saat touring motor tahun 2013 ke Kelimutu, saya gagal melihat sunrise karena telat bangun.

Siyallnya hujan deras yang sempat reda kembali turun lagi yang membuat saya yang sudah kekenyangan menjadi mager (malas gerak) dan akhirnya membulatkan tekad untuk menginap saja, toh saya masih punya waktu untuk mengejar kapal ferry ke Larantuka besok.

Yasudah saya tawar saja penginapan yang harga resmi nya 350rb ini menjadi 150 rb saja termasuk sarapan besok pagi...ternyata dikasih oleh pemiliknya, mengingat pemiliknya pernah tinggal juga di Jakarta, apalagi saya hanya sendirian. hehehe
View dari Chenty Lodge setelah kabut tebal tersingkap

Ohh iya saat ini bertepatan dengan malam minggu, dimana sekarang ini Desa Moni sudah mulai berubah dan ada sebuah Bar dengan Live Music yang sangat asik untuk dikunjungi, tapi tidak akan saya ceritrakan disini, cukuplah untuk ceritra hari ini hehe.

Yang pasti saya ingin kembali menyanyikan lagu Bob Marley yang judulnya Redemption Song sama seperti tahun 2013 yang lalu, setelah mengetahui kalau kenalan saya sewaktu touring 2013 dahulu, saat ini menjadi musisi di sebuah bar.



Minggu 1 Oktober 2017
Jam 04.00 wita, saya terbangun oleh alarm reseh dari HP dan langsung kembali tertidur, sebelum akhirnya kembali terbangun untuk langsung menuju TN Kelimutu yang hanya berjarak 12 km dari Desa Moni dengan waktu tempuh sekitar 30 menit sampai ke parkiran kendaraan.

Saat ini tiket masuk ke Tn Kelimutu Rp 12.500 atau Rp 12.000 (agak lupa), naik dari tahun 2013 yang hanya Rp 7.000.

Tiba di Parkiran sudah jam 05.20, artinya saya hanya punya 25 menit sebelum sunrise jam 05.45 wita, terpaksa saya harus trekking dengan cepat.

Tiba di tugu pandang, sedang sangat ramai wisatawan, hal mana membuat saya jadi kehilangan mood untuk mengeluarkan kamera dan foto2, saya lebih memilih memesan kopi dan menikmati suasana saja sampe keasikkan sendiri.

Ngopi dulu coy
Untungnya saya segera tersadar, saya tidak boleh menikmati sendiri moment ini, saya juga harus mengambil beberapa foto untuk kenang kenangan:

Saya tidak membawa tripod, sehingga agak malas mengambil foto dan lebih memilih untuk kembali bersantai menikmati moment syahdu ini dan baru kembali mengambil foto2 setelah agak terangan sedikit:


Kali ini saya memfoto danau berwarna hitam yang posisinya terpisah dari 2 danau diatas:


Alihkan foto ke sisi lain dari Kelimutu ini:


Mendadak kepikiran untuk foto eksis dengan pakaian adat Bali, tapi terlebih dahulu saya test meletakkan kamera di batu yang sebelumnya tempat saya menaruh kopi tadi, ternyata cukup pas kesebuah spot dimana saya akan berdiri, masalahnya otomatis shutter maksimal hanya 10 detik, sedangkan saya harus lari melompati pagar dengan kain yg bikin ribet ini dan benar saja, saya tersrimpet kain (apalah bahasanya hehe) tersebut dan terjatuh, untungnya masih sempat berdiri, sebelum shutternya aktif, sekalipun kain & udengnya terlihat berantakan:

Kemudian saya turun dan mencoba mendatangi sisi lain Kelimutu ini:

Awalnya terlihat tidak ada jalan ke sisi Belakang Danau Kelimutu ini, tapi setelah melipir dipinggir spot foto ke 2 (spot yg dibawah tugu pandang), saya menemukan jalan ini dan bahkan jalan ini bisa memutari Danau:


yasudah...saya foto2 terlebih dahulu disini, sebelum akhirnya, saya menggelar matras dan tidur2an ditempat yang sepi, dingin, nyaman, tenteram dan damai ini, untungnya saat itu kebetulan tidak ada manusia lain selain saya:




Sekitar 1 jam saya tertidur disini sebelum akhirnya terbangun karena lapar dan langsung saya turun ke parkiran, siyalll belakangan saya baru sadar kalau matras alumunium saya tertinggal tadi dan akhirnya komplit baik matras karet yang terjatuh di Pemalang (bagian 1) dan akhirnya matras alumunium juga hilang, membuat saya tidak nyaman saat tidur di Ferry Larantuka - Kupang selama 16 jam keesokan harinya.

Sampai diparkiran kendaraan, ternyata banyak wisatawan domestik yang ikut tour n travel sedang makan disini, tapi berhubung saya sudah dapat jatah sarapan dari penginapan, saya lanjut saja balik ke Desa Moni.

Saat motor saya beranjak meninggalkan parkiran, banyak mata wisatawan domestik tersebut yang menatap saya, seolah saya orang aneh yang sendirian touring menggunakan motor plat B. Entah saya yang aneh atau mereka?? hehehe.

Kalau menurut saya, jelas mereka yang aneh, wong pria muda yang sehat (kalau wanita atau bayi sih bisa dimaklumi) kok malah memberikan kesempatan kepada pilot pesawat, masinis atau sopir bis yang justru menikmati bagian terjauh dan terseru dari trip mereka, secara keroyokan (beramai ramai) lagi, ikut tou n travel pulak yg membuat mereka jadi tidak bebas seperti bebek lagi diangon dan jelas2 mereka kehilangan keseruan solo adventure nya.

Dalam perjalanan ke Desa Moni, kembali saya mengalami kehilangan yang ke 3, kali ini tutup lensa kamera yang entah jatuh dimana:

Yasudah ikhlasin dah, yang penting ambil foto2 dulu,, ohh iya sebelum gerbang ini saya sempat menolong 4 backpackers dengan 2 motor rental milik penginapan mereka, yang motornya saling bersenggolan dan ke 2 motor tersebut terjatuh, tapi mereka tidak mengalami cedera berarti, bahkan setelah spakbor motornya saya buka, sembur sana sini sambil baca mantra (baca: nyanyi lagu dengan fals), motor mereka bisa lanjut balik ke penginapan:
Gerbangnya sudah berbeda dibanding tahun 2013,
loketnya tidak disebelah kanan lagi




Sesampainya saya dipenginapan, ternyata tidak ada nasi, terpaksa saya makan pancake  (ga pakai Sunisa) yang sama sekali tidak mengenyangkan ini.

Nih penampakan Pancake nya :

Ehh..ma'ap salah, klo atas mah Pancake Sunisa, bintang hot Thailand..nih pancake yg bukan selera saya itu:





Sehabis makan, saya sempatkan foto2 view dari penginapan ini yang hasilnya jauh lebih baik dari kemarin sore saat berkabut dan dari hasil perbincangan saya dengan 2 tamu Belgia yang menginap di Chenty Lodge ini juga,  mereka menyesal tidak ikut saya ke sisi lain dari danau Kelimutu tadi, pdhl tadi di Kelimutu, sudah saya berikan kode memanggil mereka dari kejauhan:



Sekitar Jam 10.00 wita, saya melanjutkan perjalanan ke arah Larantuka dan kali ini speed saya benar2 sangat tinggi karena begitu keasikkan melahap tikungan demi tikungan, sayangnya saat ini siang hari, seandainya malam hari pasti akan jauh lebih mengasikkan buat saya yang seorang nocturnal rider.

Memasuki Kabupaten Sikka, saya melihat plang sebuah pantai yang bernama Pantai Koka yang konon milik putra mantan orang terkuat di Indonesia (jamannya penataran P4), saya putuskan masuk saja dan ....................... WOW, ternyata pantai ini luar biasa indahnya.

Pantai Koka ini berbentuk "L" dimana ada pantai yang menghadap ke selatan dan pantai yang menghadap ke timur. sehingga seolah olah ada 2 pantai yang berbeda.
Orang lokal menyebut yang menghadap ke selatan adalah pantai laki (berombak kuat (tapi tertahan karang sebelum mencapai bibir pantai) dan pantai yang menghadap ketimur adalah pantai perempuan.

Ini  pantai yang menghadap ke selatan dengan view kearah baratnya:



Ini masih pantai yang menghadap ke selatan, tapi view kearah timurnya:


Ini view pantai yang menghadap ke selatan, saya ambil dengan mode panorama:


Tercatat saat itu jam 12.37 wita dengan cuaca yang sangat panas dan perut yang kembali lapar, karena belum makan nasi, akhirnya saya berjalan ke arah pantai yang menghadap ke timur, sambil mencari yang jual nasi.

Ternyata hasilnya nihil, tidak ada satupun yang menjual nasi, yasudahlah, foto2 dulu sebelum melanjutkan perjalanan dan mencari nasi untuk makan siang.

Ini view pantai yang menghadap ke timur dan menurut saya ini lebih indah dan lebih sepi dari yang menghadap ke selatan:


Rasa lapar dan malas ditengah hari bolong  saat itu, mendatangkan penyesalan buat saya,  karena pantai ini memiliki 3 buah bukit dengan jalur trekking yang terlihat jelas dari bawah, sayang sekali saya tidak naik, dimana setelah saya lihat di Instagram, view nya ternyata sangat sangat super duper indah:

Hendak melanjutkan perjalanan, tiba2 datang rombongan nona2 muda dari Maumere yang membuat saya mengurungkan niat untuk melanjutkan perjalanan.

Si Nona baju merah pada foto ke 2 dibawah, benar2 menghilangkan rasa lapar, haus dan lelah saya, meskipun hanya sejenak..hehehehe:


Dari mereka dan sopir pickup yang mengantar mereka, saya bukan hanya mendapatkan informasi tentang obyek2 wisata di Kabupaten Sikka, tapi juga saya belajar sedikit bahasa Sikka yang ternyata sangat sulit hehehe.

Didorong rasa lapar yang sudah tak tertahankan, akhirnya saya benar benar meninggalkan pantai Koka ini menuju kearah Kota Maumere dan sepanjang perjalanan; saya selalu di PHP warga lokal setiap bertanya mengenai warung yang menjual nasi, bahkan termasuk didaerah Nita yang sebenarnya cukup ramai.

Mendekati Kota maumere yang merupakan Ibukota dari Kabupaten Sikka, jalan lintas Flores yang super kriting dengan tikungan2 tanpa ada habisnya, berubah menjadi lurus, tapi saya sudah tidak punya energi untuk memacu Andini motor saya.

Sekitar jam 15.30 wita akhirnya saya berjumpa warung makan milik orang Jawa yang menjual nasi dan tanpa ampun saya hajar 3 piring nasi dengan membabi buta.
Selepas makan, saya kembali mengisi full pertalite sekitar Rp 40.000.

Maumere ini sebenarnya terkenal memiliki banyak pantai2 yang indah, tapi karena keterbatasan waktu, saya hanya memasuki satu pantai saja yg posisinya diantara Sunset Beach dan Pantai Ankermi dengan jarak sekitar 30 km dari pusat Kota Maumere yang mana saat saya lihat dari depan sebelum masuk, posisinya berada tepat didepan Pulau Babi yang sangat tersohor itu. kenapa tersohor??????

Pulau Babi
12 Desember 1992, terjadi gempa dahsyat dan Tsunami dengan korban jiwa lebih dari 2.700 orang di Flores.
Pusat Gempa berada di Pulau Babi, Maumere yang merupakan pusat water sport pertama di NTT yang dikembangkan oleh Alm Bapak Frans Seda.

Sampai sekarang Pulau Babi merupakan tujuan wisata Diving dan snorkeling favorit dikalangan wisatawan mancanegara.

Pantai yang saya masuki ini, ternyata adalah pantai pribadi yang belum dibuka untuk wisata, dimana pemiliknya dengan ramah menyambut saya dan meminta saya untuk membantu mempromosikan pantai ini

Atas lautnya sih terlihat biasa saja, tapi saat saya berjalan ketengah, sekitar 10 meter saja dari bibir pantai terhampar trumbu karang yang sangat indah, sayangnya saat itu sudah menjelang magrib, sehingga tidak mungkin lagi bagi saya untuk snorkeling.
*pada foto ke 3, terlihat Pulau babi dengan jelas:



Setelah cukup lama berbincang bincang dengan pemilik pantai ini, cuaca berubah menjadi agak mendung, sehingga saya batalkan saja niat melihat Sunset dipantai ini dan langsung melanjutkan perjalanan ke arah Larantuka, tapi sang pemilik berpesan kepada saya, agar berhenti makan nanti di Boru, Flores Timur karena di Larantuka jarang tempat makan yang buka sampai malam.

Tiba di Boru sekitar jam 18.30 wita dan ternyata di Rumah makan Padang "Minang Surya" ini, ada 2 Elf Maumere - Larantuka yang sedang berhenti makan serta beberapa kendaraan pribadi dari atau menuju ke larantuka.

Perjalanan berlanjut dan kali ini sudah gelap tidak bisa foto foto, tapi sebagai nocturnal rider, saya sangat menyukai jalur ini komplit dengan tikungan2 nya.

Saya yang sejak dari Pantai Koka cenderung sangat pelan, kali ini kembali menjadi diri saya yang sebenarnya, apalagi kemudian turun hujan ringan yang membuat saya tambah bersemangat.

Tanpa terasa saya sudah memasuki Kota Larantuka bersamaan dengan redanya hujan yang saya manfaatkan untuk mengambil foto.

Sama seperti Tugu Nol Km di P Weh (sabang), mayoritas Bikers bercita cita Touring ke Larantuka sebagai tujuan utama mereka,Tapi buat saya; perjalanan masih belum berakhir, masih sangat jauh tujuan saya kali ini.


Larantuka dan Nol KM Indonesia di P Weh
Dikalangan Bikers, ada 2 tujuan yang wajib dikunjungi dengan cara solo riding all the way agar sah sebagai biker.

Solo riding ya, bukan kroyokan kek mau tawuran atau naik kapal langsung entah itu Surabaya - Lembar (Lombok) apalagi Surabaya - Bajo / Ende (Flores). karena kita bikepacker dan bukan shippacker hehehe

Kalau DKI Jakarta dijadikan sebagai patokan, maka jarak darat ke Nol Km sabang lebih jauh sekitar 100an kilometer, tapi waktu tempuh darat ke Larantuka jauh lebih lama, dikarenakan jalannya yang kriting hehehe.

Belum lagi waktu pelayaran ke Sabang hanya perlu 2X nyebrang dengan total waktu pelayaran hanya 4 jam, sedangkan ke Larantuka harus 4X nebrang dengan total waktu pelayaran 14 jam.

Menurut saya pribadi; ke Larantuka jauh lebih asik dikunjungi, karena lebih indah, jalurnya lebih seru, jauh lebih aman dari kriminalitas, warga lokalnya sangat ramah dan auranya jauh lebih positif.
Hanya saja biaya touring ke Larantuka kalau sama2 dr Jakarta, akan jauh lebih mahal daripada ke Sabang.

Singkatnya, menurut saya: kalau ke Sabang melatih mental, sedangkan ke Larantuka selain melatih skill, juga melatih kita untuk berpikir Positif dan selalu tersenyum hehe

Sehabis foto, saya bertanya "dimana Pelabuhan?" kepada 2 nona manis bermotor, ternyata masih harus lanjut sedikit dan nanti belok kanan di tempat semacam pasar yang cukup ramai.

Sekitar 20.00 wita saya tiba di Pelabuhan Larantuka untuk memastikan jadwal Ferry besok, ternyata saya salah pelabuhan, karena pelabuhan ini kusus Pelni dan kapal2 kecil ke Pulau2 di Flores Timur, sedangkan Pelabuhan Ferry ke Kupang sudah terlewat jauh, karena adanya di Waibalun, Larantuka yang posisinya 5 km sebelum Kota Larantuka.
Saat saya hendak kembali ke Pelabuhan Waibalun, mendadak hujan kembali turun dengan sangat deras,  untungnya beberapa Polisi dan petugas KPLP mengajak saya untuk berteduh didalam pos mereka sembari bermain catur...tapi saya kalah.... hehehe

Selepas hujan reda saya langsung ke Pelabuhan Waibalun dan ternyata benar, bahwa besok jam 12.00 wita ada kapal ke Kupang.
Saya yang awalnya ingin tidur di Pelabuhan, mendadak tertarik masuk ke Penginapan Budi Luhur yang tepat didepan Pelabuhan, karena melihat sosok nona cantik berwajah Melanesia tapi berkulit putih dan berbaju putih yang awalnya saya kira adalah cucu dari Opa pemilik penginapan....ternyata....?????? Rahasialah..datang sendiri klo penasaran.

Penginapan ini memiliki 2 type kamar yang 100rb dan 70rb, sedangkan tepat disebelahnya ada warung nasi, tapi saat itu sudah tutup, sehingga saya yang mendadak lapar lagi sehabis mandi, memutuskan ikut nona berbaju putih tadi mencari mie goreng di Kota Larantuka dan sempat berkenalan dengan sepasang kekasih asal Kupang yang akan menaiki ferry yang sama dengan saya besok beserta 2 orang pria muda juga asal kupang yg kusus datang ke Larantuka hanya untuk menonton adiknya bertanding tinju.

Kami menonton pertandingan tinju di GOR Larantuka ditemani sebotol Moke sampai tengah malam baru kembali ke Penginapan.


Senin 2 Oktober 2017
Jam 06.00 wita saya sudah bangun dan berjalan kaki ke Pelabuhan, terlihat KMP Ile Mandiri sudah ada di Pelabuhan dan antrian kendaraan juga sudah mulai terlihat, tapi loket baru buka jam 07.00 wita

Petugas Polisi yang bertugas menganjurkan kepada saya agar motor saya masuk antrian dan dimasukkan kedalam kapal dahulu, nanti baru beli tiket kalau loket sudah buka agar tidak kehabisan tempat.

Segera saya bergegas ke penginapan dan mengambil motor.
Setelah diperiksa STNK & SIM, motor saya naikkan ke atas Ferry, tapi sebelumnya, saya ambil beberapa foto terlebih dahulu di Pelabuhan Waibalun, Larantuka ini:






Setelah menaikkan motor keatas ferry, saya mencari makan dahulu sembari menunggu loket buka dan menjadi orang pertama yang membeli tiket.

*Tanggal di tiket tertulis 1 oktober 2017  adalah salah, yang benar 2 oktober 2017, karena setelah saya lihat kalender, hari senin itu adalah tanggal 2 dan bukan 1 spt yg ditulis petugas loket:


Info Ferry Larantuka - Kupang
1) harga tiket = Rp 235.000 @ 16 jam pelayaran (motor + Rider)
2) Jadwal:
-  Larantuka - Kupang : Senin jam 12.00 wita @pelabuhan waibalun, Larantuka.
-  Larantuka - Kupang : Jumat jam 12.00 wita, @pelabuhan waibalun, Larantuka.
-  Kupang - Larantuka : Minggu jam 12.00 wita @Pelabuhan Bolok, Kupang.
-  Kupang - Larantuka : Kamis jam 13.00 wita @Pelabuhan Bolok, Kupang.

*kalau bawa boncenger, tetap kena tiket tambahan.

Setelah membeli tiket, saya kembali ke Ferry dan menunjukkan tiket kepada ABK agar tercatat, kemudian saya kembali ke penginapan dan bertemu kembali dengan nona baju putih yang ternyata juga sudah bangun, tapi saya terpaksa menolak ajakannya untuk mengunjungi sebuah pantai yg secara jarak cukup jauh karena takut ketinggalan ferry dan saya hanya jalan2 di sekitar penginapan saja.

Jam 11.30 wita, saya menaiki ferry setelah sebelumnya membeli 3 nasi bungkus, 2 bungkus rokok marlboro, 1 bungkus gudang garam filter dan 2 aqua botol besar.

Ternyata kapal ferry ini sangat penuh penumpang, jangankan untuk tidur, untuk duduk saja susah, akhirnya saya turun saja ke tempat parkir kendaraan hendak tidur disini, sialnya 2 matras saya telah hilang, tapi tidak masalah, saya beli saja karung dan hamparkan buat alas tidur saya selama lebih dari 16 jam kedepan:

Penumpang lain yang berada di dak kendaraan ini juga cukup banyak, dan menurut saya malah lebih nyaman disini dibanding diatas, di tempat untuk penumpang yang berdesak desakan:


Ternyata sisi samping Kapal Ile Mandiri ini terbuka, dimana nanti malam mendatangkan masalah saat gelombang tinggi, motor & saya terkena tampiasan ombak yg dihajar bagian depan kapal,
terlihat di foto, kalau box saya bahkan lebih tinggi dari sisi kapal:

Didepan dermaga. ternyata ada sebuah pulau kecil yang terdapat patung Jesus berdiri diatasnya, inilah salah satu icon Larantuka:


Sejujurnya, saya sedikit gentar saat itu, karena di pelabuhan saja ombak sudah ganas, bagaimana saat memasuki Laut lepas nantinya, dimana kanan kiri sudah tidak ada pulau2 lagi yg melindungi kapal kita dari keganasan gelombang laut Sawu.

KMP Ile Mandiri, sudah jalan, dikanan kiri terlihat banyak gugusan pulau pulau dan goyangan kapalpun masih cukup tenang : 

Menjelang sore Hari, terlihat  Pulau Solor yang sangat indah, sekaligus sebagai pelindung terakhir kapal kami dari keganasan gelombang laut lepas (laut Sawu) dimana nanti tidak ada lagi pulau2 dikanan dan kiri yang terlihat.


Benar saja, selepas melewati Pulau Solor, kapal memasuki laut Sawu dan mulai bergoyang lumayan keras, tapi menurut seorang  penumpang anggota TNI yg rutin pulang pergi Larantuka - Kupang ; gelombang masih tergolong normal, tapi buat saya yg sebelumnya baru sekali menyebrang laut (Surabaya - Makasar), itu juga dgn kapal yg lebih besar dari kapal ini dan hanya terbiasa menyebrangi selat2 yg masih dilindungi pulau2, jelas cukup menegangkan.

Pemandangan paling saya suka dilaut lepas, adalah melihat ikan terbang dan sejenis burung laut yang biasanya memang berada jauh ditengah laut yang sangat jauh dari daratan 
Burung tersebut seperti bebek tapi lebih kecil terbang diatas laut, kemudian mendarat, berenang dan mematuk matuk kedalam air persis seperti bebek di kali hehehe.

Menjelang Sunset, saya naik ke bagian paling atas kapal utk mencoba mengambil foto Sunset, tapi cuacanya tidak bagus, bukan mendung, tapi semacam kabut laut menurut seorang ABK, biasanya bulan juni sampai Agustus lah sunset & sunrise nya baru terlihat indah dan jelas: 


Selepas Sunset, saya iseng ke Cafe diatas kapal untuk mendengarkan beberapa lagu NTT sambil ikut bernyanyi ditengah goyangan kapal yang juga semakin seru.

Jam 22.00, saya terbangun karena merasakan sedikit basah ditengah dinginnya cuaca, kerasnya angin dan goyangan kapal yang cukup dahsyat; ternyata tampiasan ombak sudah membasahi motor saya (air laut pulak) dan saya masih terkena sedikit tampiasannya.

Dengan berat hati, terpaksa saya lap motor saya dan tutup dengan sleeping bag agar tidak karat terkena air laut, sedangkan saya hanya mengenakan sarung sebagai selimut.

Berkali kali terbangun karena gelombang bulan oktober yang menghantam kapal,  saya pasrah saja apapun yang akan terjadi dan tetap tidur.


*Tottal jarak lintas Flore bag 1 dan 2 (berangkat)  = 704 Km
Nanti akan kita bandingkan dengan lintas Flores via utara saat pulang, yang ternyata lebih pendek tapi waktu tempuh malah jauh lebih lama.

Rincian pengeluaran bagian 5:
1) Makan, minum, rokok, jajan & bir                = Rp 350.000
2) Penginapan :
     - Desa Moni                                               = Rp  150.000
     - Larantuka                                                = Rp 100.000
4) Bensin (Pertalite) :
     -  Bajawa =                                                 = Rp  55.000 (7.33 L)
     -  Ende =                                                    = Rp  30.000 (4 L)
      -  Maumere =                                              = Rp  40.000 (5,33 L)
5) HTM + Parkir
       - TN Kelimutu                                             = Rp 12.500
       - Pantai Koka                                             = Rp 5.000  
6) Tiket Ferry Motor + Rider Larantuka - Kupang   = Rp 235.000
-------------------------------------------------------------------------------------------------------- +
Total pengeluaran bagian 5                                  = 977.500





Tidak ada komentar:

Posting Komentar