Teriakannya yg paling khas setiap saya pulang ke Bali "Ye Ratu..Panak Tiang'e Mulih" (Ya Tuhan..anak saya pulang"), teriakan khas yg tak akan pernah saya lupakan sampai kapanpun, bahkan sering jadi becandaan dikalangan Ibu, Abang, adik2 & teman2 saya di Jakarta yg pernah saya ajak ke Bali.
Sebenarnya saya bukan 100% orang Bali, Ayah saya memang asli Bali, tapi nenek saya dari Pihak ibu adalah orang Minang dan kakek saya dari pihak ibu berasal dari Kuningan (JaBar), sedangkan saya sendiri lahir dan besar di jakarta. Tapi entah mengapa sejak kecil saya merasa klo saya orang Bali, kebalikan dengan Abang saya yg justru merasa orang Minang, karena kebetulan orang Minang memang menganut paham Matrialkhat (dari garis Ibu).
Minggu 27 Maret 2016
Hari ini Upacara Ngaben akan dilaksanakan jam 13.00 wita, tapi persiapan sudah mulai sejak jam 03.00 wita, untungnya Pagi2 sekali si Tio (adik kandung saya yg tinggal & Bekerja di Denpasar) sudah datang, lumayan membantu kehadirannya :D
*Karena saya lumayan sibuk, maka kamera saya serahkan kepada keponakan2 saya dan hasilnya tidak mengecewakan, hanya saja banyak moment yg kelewatan untuk mereka foto.
Tanpa basa basi si Tio langsung nampang di depan pintu gerbang rumah, hal tersebut mengingatkan saya kepada penjaga gerbang dalam ceritra2 wayang yang mana umumnya adalah raksasa gendut jelek, bertaring dan memegang gada :P
![]() |
Penjaga Gerbang |
![]() |
mempersiapkan tempat utk memandikan jenasah |
![]() |
Persiapan ngaben |
![]() |
masih sepi |
Ternyata, ada yg cuma berdiri saja, tanpa ikut bekerja dan hanya teriak2 maen perintah. >=)
Mahluk yg pakek ikat kepala putih, baju hitam, sarung hijau dilapis merah itu adalah Ayah saya.
Kami (Saya, tio, saudara2 misan, kerabat & para keponakan) saling memberi kode kalau ayah saya datang mendekat, sehingga kita punya kesempatan untuk lari menyelamatkan diri & mematikan rokok hehe :D B-)
Kami (Saya, tio, saudara2 misan, kerabat & para keponakan) saling memberi kode kalau ayah saya datang mendekat, sehingga kita punya kesempatan untuk lari menyelamatkan diri & mematikan rokok hehe :D B-)
![]() |
Ketua mafia lg mengawasi |
Beralih ke Bale Dangin (Balai timur), yg merupakan tempat meletakkan jenasah dan banten (sesajen) utk keperluan upacara.
![]() |
Bale Dangin |
Ohh iya, kakak misan saya berceritra tentang kejadian horror yang terjadi di Bale dangin ini tadi malam, ceritranya : "Sekitar tengah malam yg dingin, mencekam, diiringi hujan gerimis yang penuh mistis, tiba2 terdengar suara aneh meyeramkan yg sangat keras memekakkan telinga (mungkin lebih dari 120 db), suara nya seperti suara geraman mahluk buas.
Semuanya yg tidur di sisi selatan Bale Dangin (umumnya wanita & anak2) menjadi terbangun, panik dan sangat ketakutan, timbullah kegaduhan dan mereka langsung mencari asal suara, ternyata suara geraman tersebut, arahnya berasal dari jenasah Iwa saya.
Untungnya suara tersebut akhirnya tak terdengar lagi sekitar jam 03.00 wita, mereka pun bisa melanjutkan tidur dengan tenang"
Saya langsung flash back ke kisah tadi malam; "saat itu saya sudah sangat mengantuk, tapi rumah masih sangat ramai dengan lampu menyala terang benderang yg membuat saya kesulitan untuk tidur, padahal saya harus bangun jam 03.00 pagi untuk bersama sama para pemuda memotong Babi, ayam & kemudian memasaknya.
Akhirnya saya mencari tempat sepi dan gelap yg saya dapatkan di selah antara balai tempat jenasah & tembok (dibawah kolongnya), posisi saya tidur memang tidak terlihat (kecuali dari dekat) apalagi saya menutup tubuh saya dengan sarung...jadi suara geraman tsb bukan berasal dari setan, jin mahluk buas atau apapun, tapi suara Dengkuran saya" =D =D
Lanjut ceritranya yaks: Didekat Jenasah, ada babi guling berukuran kecil yg dijadikan sesajen:
Ternyata para keponakan saya, hanya duduk duduk bersantai saja. =D
Saya diajak keponakan2 saya untuk foto bareng, hmmm jadi kek germo foto sama cabe cabean :P X_X
Saat harus "Ngening" (Ngambil Tirta di Pancuran), ke isengan saya tiba2 kumat; saya sengaja mengerjakan tugas lain, sehingga si Tio lah sebagai anak Laki yg sedang tidak sibuk, disuruh ayah saya memimpin rombongan para wanita untuk ngambil air suci ke Pancuran.
Si Tio ini sejak kecil jarang pulang ke Bali (kebalikan dari saya), sekalipun sejak tahun 2011 sesudah dia tamat kuliah dari sekolah tinggi pariwisata di Bandung, dia dan mantan rekan2 satu kampusnya tinggal & bekerja di Bali; dia tetap jarang pulang ke Sidan & tidak bisa bahasa Bali (Karena pergaulannya di Bali juga dengan orang2 pendatang).
Dia tidak tahu dimana letaknya pancuran (Pemandian umum) yg memang sejak Masyarakat desa saya menjadi makmur setelah Jatuhnya Rezim ORBA & diberlakukannya OTODA; Pancuran tsb jarang sekali digunakan lagi, karena semua warga sudah mampu membuat kamar mandi sendiri di rumahnya.masing2. Berbeda dibanding sebelum tahun 1998 dimana waktu itu kalau mandi kita harus ke pancuran, BAB di kali dan nonton TV ramai2 di balai banjar (Balai Desa)..
Tio ini usianya 10 tahun lebih muda dari saya (dia anak bungsu dan saya ke 2), generasinya dia tidak merasakan jaman2 tsb setiap pulang ke Bali.
Bahkan rekan2 saya seperti Om Chomenk Rahman, jauh lebih hapal seluk beluk kampung saya.di Banding Tio.
Sebenarnya Pancuran itu berada di sisi barat kampung saya, tapi harus turun melewati jalan setapak kearah area pesawahan.
Benar saja; rombongan ternyata nyasar, diajak muter2 tanpa arah oleh si Tio, anehnya para wanita yg orang asli Sidan, tidak berani memprotes dan mengikuti saja kemanapun si Tio Melangkah..setibanya kembali di rumah, mereka tampak sangat kelelahan dan para wanita sadar klo mereka dikerjai oleh saya..
Akhirnya saya mencari tempat sepi dan gelap yg saya dapatkan di selah antara balai tempat jenasah & tembok (dibawah kolongnya), posisi saya tidur memang tidak terlihat (kecuali dari dekat) apalagi saya menutup tubuh saya dengan sarung...jadi suara geraman tsb bukan berasal dari setan, jin mahluk buas atau apapun, tapi suara Dengkuran saya" =D =D
Lanjut ceritranya yaks: Didekat Jenasah, ada babi guling berukuran kecil yg dijadikan sesajen:
![]() |
Sajen Babi Giling kecil |
Saya diajak keponakan2 saya untuk foto bareng, hmmm jadi kek germo foto sama cabe cabean :P X_X
![]() |
bareng cabe2 an Sidan |
Si Tio ini sejak kecil jarang pulang ke Bali (kebalikan dari saya), sekalipun sejak tahun 2011 sesudah dia tamat kuliah dari sekolah tinggi pariwisata di Bandung, dia dan mantan rekan2 satu kampusnya tinggal & bekerja di Bali; dia tetap jarang pulang ke Sidan & tidak bisa bahasa Bali (Karena pergaulannya di Bali juga dengan orang2 pendatang).
Dia tidak tahu dimana letaknya pancuran (Pemandian umum) yg memang sejak Masyarakat desa saya menjadi makmur setelah Jatuhnya Rezim ORBA & diberlakukannya OTODA; Pancuran tsb jarang sekali digunakan lagi, karena semua warga sudah mampu membuat kamar mandi sendiri di rumahnya.masing2. Berbeda dibanding sebelum tahun 1998 dimana waktu itu kalau mandi kita harus ke pancuran, BAB di kali dan nonton TV ramai2 di balai banjar (Balai Desa)..
Tio ini usianya 10 tahun lebih muda dari saya (dia anak bungsu dan saya ke 2), generasinya dia tidak merasakan jaman2 tsb setiap pulang ke Bali.
Bahkan rekan2 saya seperti Om Chomenk Rahman, jauh lebih hapal seluk beluk kampung saya.di Banding Tio.
Sebenarnya Pancuran itu berada di sisi barat kampung saya, tapi harus turun melewati jalan setapak kearah area pesawahan.
Benar saja; rombongan ternyata nyasar, diajak muter2 tanpa arah oleh si Tio, anehnya para wanita yg orang asli Sidan, tidak berani memprotes dan mengikuti saja kemanapun si Tio Melangkah..setibanya kembali di rumah, mereka tampak sangat kelelahan dan para wanita sadar klo mereka dikerjai oleh saya..
![]() |
Kembali dari Ngening |
![]() |
Kehausan sehabis nyasar sambil membawa koin2 dari logam yg lumayan berat |
Para tamu sudah hampir semuanya selesai makan, sekarang giliran saya menghajar makanan:
![]() |
Makan yukss |
![]() |
si tio terfoto sedang merokok..klo dilihat ayah saya, akan lgs digampar dia haha |
![]() |
Lawar yg haram |
![]() |
Lawar yg halal (ga enak) |
Yang bertugas bermain gamelan telah siap beraksi, berarti sekarang saatnya untuk memandikan jenasah diiringi suara gamelan
Saatnya memandikan jenasah.
Iwa saya ini meninggal pada 19 februari 2016, tapi karena meninggalnya bertepatan dengan hari raya (Galungan & Kuningan) dan juga akan ada hari raya nyepi awal maret, maka jenasah baru akan diaben pada 27 maret 2016 ini...
Jenasah dititipkan di RSUD Gianyar dan baru diambil tgl 25 sore...hmmm..aturan adat yg aneh?? kebayang kan gimana kondisi jenasah yg sekalipun sudah di formalin dan diawetkan di RSUD ckckck..apalagi jaman dulu sewaktu belum ada formalin & tehnologi pengawet..Aturan adat ini memang hanya ada pada Bali Majapahit, sedangkan Hindu India sendiri pasti akan lgs membakar Jenasah tak lama sesudah orang tsb meninggal dunia.
Iwa saya ini meninggal pada 19 februari 2016, tapi karena meninggalnya bertepatan dengan hari raya (Galungan & Kuningan) dan juga akan ada hari raya nyepi awal maret, maka jenasah baru akan diaben pada 27 maret 2016 ini...
Jenasah dititipkan di RSUD Gianyar dan baru diambil tgl 25 sore...hmmm..aturan adat yg aneh?? kebayang kan gimana kondisi jenasah yg sekalipun sudah di formalin dan diawetkan di RSUD ckckck..apalagi jaman dulu sewaktu belum ada formalin & tehnologi pengawet..Aturan adat ini memang hanya ada pada Bali Majapahit, sedangkan Hindu India sendiri pasti akan lgs membakar Jenasah tak lama sesudah orang tsb meninggal dunia.
saya ini orang yg sama sekali tidak percaya mistis dan hal2 sejenisnya, tapi ada satu moment yg sampai detik ini saya tidak bisa menjelaskannya secara logika. :
"Saat memandikan jenasah, tiba tiba, istri dari kakak ayah saya (Uwa saya) mendadak menangis histeris, awalnya masih wajar, tapi kemudian dia mulai Mekidung (melantunkan doa suci) dalam bahasa Kawi (Bahasa sastra Jawa Kuno) dengan sangat Merdu.
Anehnya orang Hindu Bali sekalipun, hanya segelintir yg hapal kidung ini, palingan hanya golongan Pedande (Pendeta Hindu) dan Pemangku (pendeta dari kasta Sudra) saja yg hapal, sedangkan Istrinya kakak bapak saya ini seorang Muslimah yg ber etnis Sunda (bahasa Bali saja tidak bisa, apalagi bahasa kawi).
Anehnya orang Hindu Bali sekalipun, hanya segelintir yg hapal kidung ini, palingan hanya golongan Pedande (Pendeta Hindu) dan Pemangku (pendeta dari kasta Sudra) saja yg hapal, sedangkan Istrinya kakak bapak saya ini seorang Muslimah yg ber etnis Sunda (bahasa Bali saja tidak bisa, apalagi bahasa kawi).
Seorang Misan saya (saya Panggil Bu Kepsek) yg kebetulan seorang Kepala Sekolah dan mendalami agama hindu, membisikkan ke saya klo Kidung yg dinyanyikan Uwa saya itu adalah "doa pengantar arwah" dan dia sendiri pun mengaku tidak hapal, hanya bisa mengikuti saja klo ada yg memimpin menyanyikannya.
Bu Kepsek menduga klo Uwak saya kerasukan arwah Pekak saya (Kakek) yg adalah seorang pemangku tersohor saat masih hidup dahulu (hal itu kemudian di Iyakan oleh Uwa saya yg kerasukan tsb, dia bilang Pekak saya datang dan minta ijin utk meminjam raganya)"
Belakangan saya cari info tentang kidung tsb, ternyata diperkirakan sudah ada sejak Abad ke 9 di tanah Jawa, kemudian setelah majapahit runtuh tahun 1478, semua kitab2 Hindu Dharma tsb diselamatkan oleh orang2 majapahit yg bermigrasi secara besar besaran ke Bali.
Memang hampir semua doa2 suci Hindu Bali menggunakan Bahasa kawi, karena mayoritas warga Bali adalah wong Majapahit, sedangkan masyarakat asli Bali nya (Bali Aga) jumlahnya relatif kecil, hanya terdapat dibeberapa desa saja, seperti: Tengganan, Trunyan, Sambiran dll. .
Pedande yang akan memimpin upacara sudah hadir, ternyata asistennya SARKAM juga, matanya melirik ke Kamera.
Tampang asistennya itu sepa, mukenya "muke Tampolan banget" hmmm klo ketemu dijalan tampang kek gitu lagi bawa motor ugal2an, pasti saya tidak akan pikir 2X untuk memepet menendang dan menghajarnya sampai babak belur ..husss..kok jadi ngomongin orang. #:-s
Sekarang saatnya ritual mepamit, dengan mengelilingi 3X sambil membawa cermin (Ma'ngap saya ga paham ttg ritual ini), saat itu saya lg keluar mengantar seseorang ke Pura dalem dan melakukan koordinasi:
Bade yang akan digunakkan untuk mengangkat jenasah ke Tempat pembakaran sudah siap.
![]() |
Apa larak lirik Tong?! gw sambit botol bir lo. hehe |
![]() |
ritual mepamit |
![]() |
ritual mepamit |
![]() |
Bade sudah siap |
Lucunya; ayah saya ternyata ikut mengangkat bade, sepertinya dia lupa umur, melihat adiknya mengangkat Bade, kakaknya ayah saya yg no 8 tidak mau kalah dengan adiknya, dia ikut2 an mengangkat Bade. Ayah saya sih masih lincah, dia masih aktif bermain tenis lapangan 3X seminggu, tapi kakaknya itu sudah 2X kena stroke dan terbukti dia hampir masuk selokan saat para Pemuda yg mengangkat Bade meliuk liukkan Bade, untungnya sempat ditarik oleh ayah saya dan kemudian dibawa jalan di belakang Rombongan.
Sepertinya Pak KomBes Purnawirawan (Kakaknya ayah saya itu) lupa kalau "masanya" sudah lewat jauh =D
Jarak dari rumah saya ke tempat Pengabenan sekitar 1,2 Km dan untungnya jalannya menurun semua (tidak ada tanjakan) tapi harus melewati jalan raya Gianyar - Kintamani yg lumayan ramai, karena itu koordinasi diantara Pencalang (Polisi Adat), Klian Banjar (Kepala Banjar) & petugas kepolisian yg nanti akan menutup jalan raya harus dilakukan dengan timing yg pas dengan bergantung hanya kepada Radio Komunikasi (HT) saja, agar jalan raya tdk terlalu lama ditutup dan yg mengangkat Bade juga tdk terlalu lama menunggu (berat coy).
![]() |
Mulai mengangkat Bade (rombongan wanita yg membawa banten sudah didepan) |
![]() |
Ternyata, saya ke Foto juga |
Ehh ternyata juga ada 2 gadis Bali "Plat B" yg tertangkap kamera:
![]() |
lg megang apa neng..ehh..gek? |
suasana riuh rendah saat mengangkat Bade ini, semua bernyanyi dan bersorak sorai tanpa henti sambil mengayun meliuk liukkan bade kekanan, kekiri, ketas dan kebawah.
Koordinasinya hari itu cukup bagus, kita hanya menunggu sekitar 1 menit saja saat bade sudah diangkat dijalan desa, sebelum dapat intruksi dari polisi via HT untuk bisa memasuki jalan raya yg sudah ditutup dari 2 arah (selatan dan utara).
Saat menunggu lalulintas 100% clear setelah penutupan jalan oleh kepolisian, Para pembawa Bade kembali meliuk liukkan bade kanan kiri, atas bawah dan tiba2 mereka mengkumandangkan lagu "Indonesia Raya" Hmmm rupanya karena efek Vodka jadi pada Nasionalis, tapi sayangnya diujung lagu mereka berteriak "HIDUP BRAKO"
*Saya masih ragu mengupload videonya.
Brako adalah kakak sepupu saya yg terkenal penjudi, pemalas (pokoknya semua yg jelek2 dah hehe), tapi wajahnya yg sok polos (padahal bego) dihiasi oleh cengegesan yg tanpa henti, membuat kita tidak bisa marah kalau melihatnya dan malah tersenyum.
Bahkan Klian Banjar (Kepala Desa), sempat berteriak dalam bahasa Bali tapi sambil tersenyum lebar yg terjemahannya kira2 :" Brako mana Brako?? saya Hajar nanti kepalanya."
saat itu Brako tidak terlihat batang hidungnya sama sekali, sepertinya dia tertidur karena malamnya habis bermain Ceki (judi kartu). Padahal kehadirannya sangat dibutuhkan.
Setiap bertemu persimpangan jalan, bade diputar 3X dan karena kelelahan serta kepanasan (saat itu tepat jam 13.00 wita) mereka berteriak "air air air air" dan sebagai balasannya..beberapa warga yg kebetulan rumahnya dipinggir jalan menyemprotkan air dari selang kearah rombongan kami..SUEGERRRR.
Akhirnya, kami tiba di Tempat pembakaran jenasah, persiapan langsung dilakukan, ramai sekali yang hadir di Tempat pembakaran mayat saat itu, banyak diantaranya yg bahkan saya belum pernah melihat wajahnya, tapi banyak juga kenalan2 lama dengan wajah baru nya (sudah tua) yg kembali saya jumpai saat itu: ::
Akhirnya, kami tiba di Tempat pembakaran jenasah, persiapan langsung dilakukan, ramai sekali yang hadir di Tempat pembakaran mayat saat itu, banyak diantaranya yg bahkan saya belum pernah melihat wajahnya, tapi banyak juga kenalan2 lama dengan wajah baru nya (sudah tua) yg kembali saya jumpai saat itu: ::
beberapa adegan menggelikan juga tertangkap Kamera:menjelang ngaben saat itu, hal yg saya sendiri tidak sempat memperhatikannya, karena saat itu sedang sibuk, tapi untungnya keponakan2 saya berhasil mengabadikannya dengan kamera saya.
![]() |
Ini kakaknya ayah saya yg no 8 Tingkah santai sang Kombes purnawirawan ini Mengundang gelak tawa & yg disebelahnya anak dari kakaknya ayah saya yg no 6 |
![]() |
yg memakai baju biru, gendut & berkacamata itu adalah istrinya sang kombes pirnawirawan (yg sebelumnya sempat kesurupan).Dia mentertawakan tingkah polah suaminya. |
![]() |
akhirnya banyak yg ikut menengok juga |
Api sudah dinyalakan, saat ini proses pembakaran jenasah sudah menggunakan Gas, jadi hanya berlangsung sekitar 1 jam saja, tidak seperti dahulu saat masih menggunakan kayu bakar, ini moment yg sangat menyedihkan buat saya pribadi:
Karena Pembakaran jenasah ini butuh waktu sekitar 1 s,d 1,5 jam, saatnya duduk bersantai, ehh..saya ketangkep kamera juga lagi mengeluarkan rokok:
![]() |
Saat mengeluarkan rokok, si Tio yg terlihat perutnya saja, berdiri mengawasi posisi ayah saya, karena kita tidak mau ketangkap basah sedang merokok |
![]() |
Clear..aman..ayah saya dan kakaknya yg no 8 (sama2 menggunakam baju hitam bergais putih, sedang berbicara dgn seorang kerabat.. mari kita sundut rokok hehe |
Selesai merokok (untung ga ketahuan), saya dipanggil ayah saya:
![]() |
apa sih manggil manggil? ga punya tangan ya? kerjain aja sendiri (tapinya kagak berani saya ngomong gitu) hehehe |
Ternyata keponakan saya yg memegang kamera ganjen juga, dia banyak sekali mengambil gambar dari 2 Gadis Bali plat B (itu bukan saya yg moto loh, kamera tidak ada pada saya):
![]() |
ini Pasti lg ngomongin brondong yg di Pekayon (Bekasi) |
![]() |
Aqua..Aqua ..Aqua.. 50rb / botol |
![]() |
Ini kakaknya ayah saya yg no 9 dan anaknya kakak ayah saya yg no 7 |
Kali ini kamera saya ambil alih, sesaat kita alihkan pandangan ke belakang area Seme (kuburan), disitu ada Stage Sidan yg dibangun diatas area persawahan, Stage ini awalnya dibuat untuk menjadi tempat pementasan tari2 an dan kesenian lainnya, tapi karena jarang sekali wisatawan yg berkunjung ke Sidan, akhirnya tempat tsb sekalipun masih rapih terawat, tapi jarang sekali digunakan, selain sebagai tempat istirahat (berteduh) saat warga Sidan sedang Ngaben.
![]() |
Sidan |
Sekalipun Sidan terletak di Kabupaten Gianyar yang terkenal akan seni, budaya & Pariwisatanya, tapi memang Sidan ini bukan tujuan wisata seperti halnya Ubud, Tampak Siring dll yg juga masuk wilayah Gianyar. Pada Bagian III nanti, saya akan ajak pembaca sekalian untuk explorasi sebagian wilayah Sidan.
Pembakaran jenasah sudah selesai, sekarang saatnya mengumpulkan sisa sisa tulang jenasah, bagaimana caranya membedakan? gampang yg berwarna putih karena mengandung zat kapur itulah yg merupakan sisa sisa tulang: :
![]() |
Ngumpulin sisa2 tulang |
Setelah itu, sang Pedande menghilang cukup lama, sampai saya sempatkan makan bakso & tidur2 an di stage Sidan, setelah dia kembalipun; dia membaca doa doa dengan sangat lama, sampai2 saya lapar lagi & menjadi gelisah hehe
Akhirnya setelah melewati 7 bulan purnama, 26 sunrise & 25 sunset (lebay, padahal 2 jam doang ) sembahyang pun selesai, kami segera bergegas ke Pantai Lebih, Gianyar untuk ngelarung (membuang abu jenasah ke laut).
Saat Kami tiba di Pantai lebih, hari sudah gelap:
![]() |
Cabe cabean Sidah =D |
![]() |
Suasana menjelang ngelarung |
![]() |
Suasana menjelang ngelarung |
![]() |
Saat Abu Jenasah dibuang ke laut, suasana benar2 gelap gulita hanya bermodalkan senter dari seorang pencalang :
Ketika kami hendak pulang seorang misan saya berteriak dengan sedih "Yeee.. entung'e Iwe" (dibuang Iwa nya)..
Saat tiba diparkiran, seorang sepupu saya meminta saya untuk membawa salah satu mobil pickup yg kami sewa, karena sopir yg membawanya saat berangkat menyerah mengemudikan mobil yg kondisinya sudah sangat mengerikan ini.
Yasudah saya berikan saja konci mobil Avanza kepada ayah saya dan saya siap beraksi dengan Pickup ini..tapi siyalnya saya justru menjadi bahan ledekan gadis2 Bali plat B yg tertawa bahagia melihat saya jadi sopir pickup sambil menyuruh saya mengalungkan handuk di leher.
Benar2 menegangkan membawa Pickup penuh penumpang yang hard to handle ini, bagian kaki2 & kemudinya sudah rusak parah, stir bergerak liar kekanan dan kekiri secara extrim tanpa terkendali. Sepertinya Tie Rod, Long Tie Rod, Ball Joint dan teman2 nya sudah rusak parah, rem nya harus dikocok dahulu, mesinnya pun brebet parah, dengan Bensin yg hampir habis, mau ga mau harus ke SPBU dahulu (untungnya di asbak nya ada uang 100rb) hehe
Saya sih sudah biasa membawa pickup atau bahkan colt diesel sejak masih SMP, tapi kali ini masalahnya yang saya bawa adalah manusia yg mayoritas anak2 dan wanita, sedangkan biasanya saya hanya membawa barang2 saja, belum lagi rombongan yang lain sudah terlebih dahulu jalan,,,,saya ditinggal sendiri dengan mobil yg sewaktu waktu bisa mogok atau bahkan "MELEDAK" kek gas 3 kg ini ditengah area persawahan yg sepi & gelap gulita.
Setelah sempat mampir ke Kuburan untuk mengangkat berapa sampah tersisa, saya akhirnya tiba di rumah dan meyaksikan semua2 saudara saudara saya dipimpin si Tio sedang makan dengan sangat brutal hehe...saya ga mau kalah.SERBUUUUUUUU..BANTAI HABIS....JANGAN KASIH AMPUN..
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar