Jumat, 12 September 2014

Jelajah Andalas Sampai ke Pucuknya (Sabang) Bagian 3

5 Agustus 2014 D=8 (Sabang - Banda Aceh)
mau tidak mau, suka tidak suka, kami harus mengakhiri liburan di Sabang ini & kembali kedaratan Sumatra, sebelumnya kami mengunjungi beberapa obyek wisata terlebih dahulu, seperti; pantai Gapang.Peta Jalur Nol Km-Iboih-Gapang-Balohan

kami sempat berbincang bincang dgn seorang anggota TNI AL asal Jawa Timur di food court yg lokasinya tdk jauh dari tempat Bang Kidal. Saat itu kami banyak dapat info ttg kondisi pulau Rondo, cuaca dll, Nyesal rasanya tidak jadi nyebrang. Saran dari beliau ternyata cuaca di Aceh biasanya membaik setelah bulan Agustus tetapi tetap unpredictable. Itu sebabnya TNI AL juga belum mengirim Bantuan logistik untuk marinir yg berjaga di P Rondo tersebut.

Cuaca buruk membuat kapal cepat tidak beroperasi, hanya kapal lambat, hal ini membuat antrian di dermaga Ferry cukup banyak, apalagi saat itu musim libur. Ferry kami akan brkt pukul 14.00 wib, tapi antrian panjang sudah terjadi jauh sebelumnya.
Langit seperti menangis menyaksikan kepergian saya dari P Weh ini, hujan dgn intensitas rendahpun turun (#lebay).



Pantai Gapang

Mendekati Pelabuhan

Selanat tinggal P Weh, semoga kita berjumpa kembali
Jam 16.00wib kami tiba kembali di Pel Ulhee Lee, Banda Aceh, kami sempat memfoto 1 dari 2 buah pesawat pertama RI pemberian rakyat Aceh buat Republik Indonesia
Seulawah sebagai bukti kesetiaan & kebaikan rakyat Aceh kepada Republik
Selesai foto2 Kami segera mencari rumah makan dan insiden memalukan terjadi di sini, konci motor saya masuk ke gorong2, sehingga menghabiskan waktu 1 jam dgn bantuan 10 org utk Mengambilnya kembali.
Kami menginap di Hotel Palembang, Banda Aceh yg terletak di JL. Khairil Anwar, No. 49 seharga RP 70.000 / hari. Malamnya saya mencoba kluyuran sendirian di Banda Aceh, siall..terkena hujan yg turun sangat deras, ditengah hujan saya menemukan Sate & sop Kambing milik orang Jawa (asal Surabaya) yg mebuat touring 2014 ini seperti dejavu dgn touring 2013, dimana saat itu kami makan sate + Sop di Ende, Flores dgn pemilik warung yg juga asal Jawa.

6 Agustus 2014 D=9 (Banda Aceh - Meulaboh - Tapaktuan)
Hari ini perjalanan solo Touring saya dari Aceh menuju Jakarta via lintas barat dimulai, sangat menyenangkan, tapi saat harus membayar penginapan (tanpa kawan sharing cost) menjadi menyedihkan 

jam 07.00 wib Reno meluncur menuju Medan ditengah hujan yg masih turun dari semalam, sedangkan saya harus menunggu toko buka terlebih dahulu utk memperbaiki memory card kamera sekaligus membeli memory baru (memory saya sudah penuh, tdk bisa digunakan lagi ) saya berencana utk bertemu kembali dgn Reno di Sipiso Piso, Sumut. Selain itu saya juga akan melewati jalur yg berbeda dgn Reno, saya akan memutar via lintas barat (lebih jauh tapi penuh tikungan & pemandangan yg lebih dahsyat), sedangkan Reno kembali via Lintas timur, yaitu jalur yg sama dgn saat kita berangkat. Sampai jam 11.00 saya tidak mendapatkan tempat yg berhasil memperbaiki memory card tsb (bahkan kelupaan memberi memory card pulak), akhirnya saya terpaksa melanjutkan perjalanan lewat jalur Lintas barat ini ternyata berliku, lebih jauh sekitar 200km dan berat pada awalnya melintasi pegunungan, tapi kemudian mulus sampai Meulaboh-Tapaktuan-Sidikalang, beberapa bagian bahkan bisa memacu motor sampai top speed. Hujan deras turun tanpa henti disertai banjir yg kemudian terpaksa saya hadapi dibeberapa daerah dataran tinggi pulak (terutama saat sudah masuk Sumut) dan demi mengejar Reno yg brkt 4 jam lebih awal via jalur yg lebih pendek serta cepat pulak, maka: saya terpaksa jalan siang - malam nonstop (hanya berhenti utk makan & isi Bensin). Saya dapat Info kalau Reno telah tiba di Medan sekitar jam 22.00 wib dan akan menginap dahulu sebelum lanjut ke Sipiso piso  Peta jalur: Aceh - Sumut (via Barat)


7 Agustus 2014 D=10 (Tapak Tuan-Sidikalang-Brastagi-Sipiso piso-Merek)

Tiba di Sidikalang, saya melihat banyak sekali pohon duren, dengan bau harum yg sangat menggoda, tapi tidak terlihat yg jualan, mungkin karena masih terlalu pagi.


selepas Sidikalang, sebenarnya saya sudah dekat ke tujuan saya, yaitu Sipiso-piso, Tongging, tapi sebelumnya saya ingin menuntaskan cita2 saya sejak dahulu, yaitu: "Ingin ngopi bareng Andini (motor saya) di Brastagi. Akhirnya jam 10.00 wib setelah riding selama 23 jam siang malam tanpa tidur dari Banda Aceh, melewati daerah yg dinginnya menusuk tulang dimalam hari ditengah hujan deras berbonus banjir; saya tiba di Brastagi", mampir sebentar ke sebuah toko utk membeli memory card kamera agar kamera kembali bisa digunakan, kemudian saya terus bergerak mencari warung yg posisinya tertinggi ke arah Sibolangit (sesuai rekomendasi teman saya). Ohh iya di dataran tinggi Sumut ini para pengemudi mobilnya sangat baik hati, tanpa meminta dengan dim atau klakson, saat mereka menengok spion dan melihat saya menempel dibelakang, mereka langsung menepi utk memberikan jalan kepada saya mendahului mereka..warga lokal juga sangat2 ramah..suasananya benar2 mengingatkan saya akan dataran tinggi di Bali. #mauliate Godang..


Di Sebuah rumah makan dekat perbatasan Brastagi dan Sibolangit, dimana merupakan tempat tertinggi, saya berhenti untuk makan, mandi & bersantai, cukup lama saya beristirahat disini dengan hanya memesan 2 porsi nasi goreng, kopi susu dan air mineral. Cukup murah juga harganya (saya lupa pastinya, tapi kisaran 30 ribuan).
Pamer kaos Bikepacker, Brastagi

View dari sebuah rumah makan di Brastagi
Setelah merasa cukup istirahat saya langsung menuju Sipiso-piso, tapi tdk lewat kota Brastagi lagi, kali ini saat tiba di tugu jeruk, saya belok ke kiri dan akan bertemu dgn Kec Tiga Panah, belok kiri dan dari sini lanjut terus sampai Merek. Dari Kota merek ambil yg terus dan nanti akan ketemu plang Sipiso-piso kekanan (lihat peta). Beberapa kilometer sebelum sipiso piso, tiba2 saya melihat plang ini:
Plang puncak penatapan sipiso-piso
Tidak ada satu orangpun utk bertanya, sampai akhirnya rasa penasaran saya membuat saya memasuki jalur itu yg ternyata off road & makadam, ditengah tengah jalan terlihat bekas2 camping di sepanjang jalur ini, seperti beekas2 api Unggun, bekas bungkus mie instan dll. Saya terus naik keatas kira2 4km sampai jalan makin kecil makin kecil dan ditumbuhi alang2 yg sangat tinggi, pepohonan yg rapat tanah yg tidak stabil dan batu2an sebesar kepala gajah. Akhirnya motor tdk mungkin terus lg, karena buntu. saya ingin tinggalkan motor utk lanjut trekking ke atas bukit, tapi masalahnya tdk ada satupun manusia utk diminta menjaga motor saya, ditambah pohon2an tinggi & alang2 tinggi menghalangi pandangan saya utk mengawasi motor kalau naik keatas, akhirnya saya memutuskan memutar balik, ternyata..oh ternyata... Susah kali memutar balikkan motor di tempat yg kecil berbatu & penuh alang2 setinggi 2 meteran ini, dengan mengeluarkan sisa2 tenaga sehabis bergadang akhirnya saya bisa turun kembali kebawah, sampai kira2 1 km kemudian ada belokan kekiri, langsung saya masuki. Jalan ini lumayan besar dan akhirnya tiba disuatu tempat yg membuat saya speechless saking indahnya, sebenarnya ada jalan lg utk trekking keatas bukit, tapi tanahnya yg kurang stabil, membuat saya malas utk mengambil resiko trekking yg ternyata ini adalah jalur di sisi sebrang dari jalur yg tadi kearah bukit.








Setelah puas saya kembali turun, saat sudah dibawah saya memeriksa bracket Box abal2 saya, yg sudah menjadi kekhawatiran saya sejak berangkat dari JKT, dan ternyata benar dugaan saya..bracket box retak  
Sejak dari JKT saya selalu berhasil menghindari Lobang dijalan dan selalu pelan2 saat melewati jalan rusak atau bergelombang, tapi apa daya keingin tahuan yg berujung offroad dijalan super makadam,  membuat bracket box saya akhirnya nyerah juga. Untungnya saya membawa daypack, segera saya pindahkan barang2 dari box (agar tdk berat), kemudian menarunya ditas dan mengikat di bangku belakang motor saya. Jelas hal tsb menjadi merepotkan, karena box saya berisi barang2 keperluan motor, seperti: konci2, part cadangan, jas hujan, kanebo, cairan pembersih kaca helm, chain lub dll yg harusnya bisa dengan mudah / cepat saya keluarkan sewaktu waktu, Sedangkan pakaian dan barang2 keperluan saya ditempatkan di 2 buah sidebag.(belakangan saya ketahui, penyebab lain patahnya bracket box, ternyata setelah saya timbang total barang2 di box, beratnya mencapai hampir 5 kg, sedangkan yg di 2 sidebag tdk mencapai 3kg). 

Perjalanan saya lanjutkan sampai mendekati gerbang air terjun sipiso piso, kembali berhenti karena ada view yg menarik:


Di tempat ini saya berkenalan dengan beberapa orang wisatawan asal Medan yg ternyata justru sama sekali tidak tahu ttg puncak penatapan Sipiso piso.
Melanjutkan perjalanan & tiba di Parkiran sipiso piso, saya menitipkan motor & barang2 disebuah warung yg dijaga oleh seorang ibu2 istri dari kepala parkiran (karyawan DisHub Tanah Karo) yg usianya sudah 71 tahun tapi masih terlihat gaul & gagah. Cuaca cukup baik saat itu, sinar matahari dengan semangatnya menyinari dataran tinggi yg dingin tsb, hal ini saya gunakan utk menjemur jaket, sepatu, kaos kaki, jas hujan & pakaian saya yg basah kehujanan sejak dari Aceh. Dari seorang ank muda penjaga parkiran, akhirnya saya mendapatkan sebuah barang kecil yg sebenarnya wajib dibawa saat trip / touring; "Jepitan pakaian" (biar tdk terbang saat dijemur) hehe.

Air terjun Sipiso Piso ini terletak di Desa Tongging kec Merek, kab Tanah Karo, memiliki ketinggian 135 meter (sekali lagi: bukan 300km ya... kalau 300km artinya puncak air terjun sudah sampai pada Lapisan ke 2 Ionosfer , tepatnya lapisan udara Appleton ), merupakan air terjun no 4 tertinggi di Indonesia. Tidak usah takut mengunjunginya, sekalipun bakal ngos ngosan karena tangganya banyak & terjal, tapi medannya sudah tdk se extrem sebelumnya, karena sudah dibuatkan tangga2 tsb, tapi saya tetap menggunakan jalur lama yg lebih pintas saat naik. Kawasan sipiso piso ini memiliki suhu & ketinggian yg kira2 sedikit lebih tinggi & dingin dari dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah. Luar biasa tempat ini, selanjutnya biarlah gambar yg berbicara:







Setelah sangat puas dibawah dan mendapatkan banyak kawan baru, saya kembali keatas ke warung Tarigan, disini saya bertemu kembali dgn Reno yg baru saja tiba. Sambil menunggu Reno yg sedang turun ke air terjun, saya banyak berbincang bincang dengan pasangan Tarigan tsb yg sangat sangat ramah, bahkan memaksa saya utk menginap gratis di warungnya yg mana memang sudah disiapkan utk menginap rombongan, bahkan dilengkapi selimut yg dibawa mereka dari German saat mengunjungi putri mereka yg menikah dgn org German.
Keanehan yg berulang dalam trip kali ini terjadi: saat mereka mengeluh ttg hujan yg 3 bulan tidak kunjung tiba (sampai tomat & kentang mati), saya lgs mengangkat tangan spt Dewa Indra & mengucapkan sebuah mantra (ehh bohong deh ) Tiba2 hujan turun dengan derasnya (yg ini benar ) hahaha.

Menjelang Magrib Reno & saya meninggalkan tempat ini, ternyata Reno ingin mencicil perjalanan pulang ke Jakarta dengan lgs mengarah ke Tebing dan akan kembali melewati Lintas timur sebagai jalur terpendek & tercepat, berhubung waktu cutinya sudah hampir habis. Disini kami berpisah, saya akan melanjutkan explore di tengah & barat. Sebelum berpisah saya mengingatkan Reno agar jalan saat terang saja & break begitu gelap tiba.

Setelah berpisah dgn Reno saya memutuskan utk menginap di Merek yg dingin & nyaman ini, penginapan yg saya tuju terletak di jalur utama Merek - Sidikalang. Penginapan milik seorang Karo & memiliki 1 karyawan berdarah batak Toba yg gaul plus menyenangkan ini cukup hangat & nyaman seharga 70rb.
selesai saya mandi Hujan deras kembali turun membuat suhu udara menjadi benar2 dingin, tiba2 datang seorang biker dgn knalpot racingnya yg langsung merapat ke penginapan...ternyata itu adalah lady biker "boru batak" yg baru saja menengok keluarganya di P Samosir dan hendak menuju Medan, ternyata dia juga saat itu baru pertama kalinya keluar P Samosir lewat darat (tapi terpaksa bermalam dahulu di merek, karena hujan deras & sudah gelap)    . Satu hal yg membuat saya selalu tertarik & senang memiliki pasangan Borbat sejak dahulu; selain rata2 cantik & memiliki mata yg indah, boru batak memiliki mental & kekuatan hati yg sangat tangguh 

Saat hujan sempat reda, saya mengajak BorBat tsb utk mencari makan dan diluar dugaan; kami menemukan mobil Pickup yg membawa Duren sidikalang hendak ke Medan sedang makan juga, tanpa basa basi langsung kami tawar 8 buah duren berukuran besar dan kami bawa ke penginapan. Di Penginapan Kami mengajak karyawan & pemilik penginapan utk pesta duren dan bir diiringi lagu "Didia Rokkaphi" .yg kami nyanyikan dengan lantang tapi fals  .
Permainan kartu sempat kami lakukan ditengah hujan & dinginnya udara, tapi karena selalu kalah dr 3 peserta lainnya  (Tapi saya tidak menuduh dicurangi & protes ke MK spt anak kecil loh ), akhirnya saya memutuskan utk tidur.

Bersambung ke bagian 4

Langsung lompat ke bagian 5

Kembali ke bagian 2
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar