Minggu, 14 September 2014

Jelajah Andalas Sampai ke Pucuknya (Sabang) Bagian 5

10 Agustus 2014 D=13 (Bukittinggi-Maninjau-Singkarak-Solok-Padang-Painan)
Jam 07,00 wib saya sudah melanjutkan perjalanan ditengah hujan gerimis, tujuan pertama adalah Danau Maninjau, kemudian dilanjutkan ke Padang Panjang yg juga merupakan kota Hujan di Sumbar spt Bogor di Jawa Barat, hujan dengan derasnya turun disini, saya baru menyadari kalau trip ordometer saya sudah 2.750km sejak terakhir kali saya ganti oli dalam perjalanan berangkat di Medan, artinya sudah lewat 250km. Susah sekali mencari oli yg 1 liter atau lebih disini, saya yg biasanya menggunakan FEDERAL XX, akhirnya terpaksa menggunakan Enduro racing yg beli di SPBU, oli yg jelas terlalu encer buat motor tua saya.

Dari Padang panjang, saya lanjut ke Danau Singkarak dan langsung menuju Padang via Solok. Peta Jalur BukitTinggi - Padang - Painan dibawah ada beberapa foto yg saya ambil..




Sesaat sebelum turun hujan deras
Selepas Solok turun sederas derasnya hujan yg bukan hanya membasahi sepatu & kaos kaki tapi juga seluruh badan, karena saya tdk sempat menggunakan jas hujan, yasudah lanjut saja tanpa jas hujan, lagipula saya mulai bosan memakai & melepas jas hujan hanya karena hujannya spt ABABIL, kali ini hujannya sangat lama, sangat deras disertai bonus banjir pulak grrrrr  Gak peduli tetap saja saya ngebut . Tiba di Padang, Saya menuju Pantai Aer manis terlebih dahulu, kemudian menuju Teluk Bungus dan sempat memfoto view selepas teluk Bayur sambil menjemur sepatu, kaos kaki, jaket & pakaian.

Setelah hujan reda



Saya kemudian menuju Teluk Bungus dengan niat utk menyebrang ke P Pagang, kalau tidak bisa hari ini, besoknya juga tidak masalah, ternyata gelombang sedang sangat tinggi ditambah sulit utk mencari barengan yg bisa diajak sharecost, saya putuskan batalkan saja, tetapi mendadak timbul keinginan utk ke mentawaii; spontan saya bertanya & hendak membeli tiket kapal cepat ke P Mentawai yg hanya butuh 3 jam sekali jalan, berita buruk kembali saya dapatkan, kalau kapal cepat sementara tidak beroperasi dikarenakan tingginya gelombang, alternatif lain adalahh ferry yg butuh 12 jam ke Mentawai. 24 jam PP berlayar belum termasuk waktu explore?? Mau tgl berapa saya kembali ke Jakarta??? Akhirnya saya putuskan utk melanjutkan perjalanan ke arah Painan (batal ke Mentawai ) dan berhenti disebuah warung dengan view teluk Bungus dan 1 foto lg sudah masuk daerah Painan:
Teluk Bungus dari kejauhan
memasuki perbatasan Painan
Perjalanan saya lanjutkan menuju Painan dan hujan super duper deras (yg terderas dalam touring kali ini) turun dengan asiknya, saya yg memang terlanjur sudah basah, memutuskan tidak menggunakan jas hujan. Jalan berliku, longsor, banjir dan aspal tertutup tanah longsor serta galian, membuat banyak pengendara motor lain yg tergelincir serta jatuh..saya benar2 harus full konsentrasi, sekitar jam 19.00 wib saya tiba di Kota Painan, dan langsung masuk ke sebuah penginapan seharga 100rb /hari (awalnya 120rb, tapi spt di bukit tinggi; 20rb dikembalikan kesaya saat dia tahu saya ber Ibu minang merangkap penjelajah nusantara, bahkan diberikan nasi bungkus).


Penjaga penginapan saya kali ini mirip dengan rekan saya pemilik warnet di Bekasi ..ohh iya: parkiran penginapan ini ternyata juga banjir 30cm, untungnya tidak masuk kekamar, penjaganya bilang, disitu banjir baru kali ini..hmmmmmm bo'ong lu..Konci motor saya juga kembali sempat hilang disini, untungnya ditemukan oleh sang penjaga..sial kembali..rmh di sebelah penginapan saya korslet dan terbakar, hal tsb mengganggu kenyenyakan tidur saya.

11 Agustus 2014 D=14 (Painan-Muko2-Bengkulu)
Jam 09.00 wib Dengan sepatu serta kaos kaki yg masih basah (termasuk kaos kaki cadangan juga) saya memulai perjalanan menuju Bengkulu. Peta jalur Painan - Muko2 - Bengkulu . Sebelumnya saya sempat mampir ke Pantai di painan yg cukup terkenal yg ternyata biasa saja.
                                 
Selepas painan, musibah nyaris saja terjadi, saya yg menikung dengan kecepatan sekitar 100 kPJ pada sebuah tikungan cepat yg tidak terlalu tajam diaspal yg mulai mengering tiba2 ban motor seperti kehilangan grip dan nyaris tergelincir, karena ternyata ada tumpahan solar..untung saya bisa mengatasi keadaan..Tumpahan solar dijalan memang paling berbahaya di Lintas barat sumatra, karena ada di banyak tikungan, seandainya jalan basah total malah akan jelas terlihat, karena kalau terkena air tumpahan solar akan berwarna spt pelangi, tapi kalau dijalan yg nyaris kering atau kering malah samar dengan warna air biasa, 3 kali saya nyaris tergelincir karena tumpahan solar tsb, yaitu: di jalur antara Prapat - balige, Painan - Muko2 dan terakhir di jalur Manna - Bintuhan.


Jam 13.00 saya sudah tiba di Muko2 dan memasuki Prov Bengkulu ini kondisi jalan buruk; berlubang dan ada beberapa bagian yg malah tidak beraspal sama sekali...belum lagi beberapa ruas jalan yg tinggal setengah karena terkena abrasi. Tapi tikungan2 nya sangat menghibur saya. Muko2 ini bahasanya cenderung mirip bahasa Padang dan banyak sekali transmigran asal Jawa disini, beberapa diantaranya menjadi pekerja di kebun2 sawit.
Jalur Muko2 Bengkulu

sekitar 70km di utara kota Bengkulu
Jam 19.00, saya tiba di Kota bengkulu dan menghubungi sepupu saya Rahmat yg tinggal dekat UNIB (universitas negeri Bengkulu), awalnya saya hanya berniat bertemu sebentar sebelum melanjutkan perjalanan, ternyata bracket Box saya akhirnya menyerah & patah menghadapi jalan hancur antara Muko2 - Kota Bengkulu, terpaksa saya harus menginap dahulu di rumah rahmat setelah sebelumnya diajak ke Bengkel milik anak Club CB di Bengkulu; Sony, Saat esoknya saya berputar putar Bengkulu dengan kendaraan plat merah milik Rahmat, sony inilah yg mengelas bracket Box saya...
malam itu saya ngobrol dengan Rahmat dan istrinya; Eka sampai pukul 02.00 dinihari 

12 Agustus 2014 D=15 (Bengkulu)
Jam 06.00 saya & Rahmat sudah bangun dan bersiap mengantar Tsabita putri Rahmat yg sudah kelas 6 SD untuk berangkat ke Sekolah (terakhir saya melihatnya dia masih bayi). Sungguh cepat waktu berjalan, jadi tersadar kalau saya sudah semakin tua.

Hari ini utntuk pertama kalinya Andini (motor saya), saya istirahatkan, kami menggunakan mobil plat merah milik Rahmat, hal ini mengingatkan saya pada jaman kuliah dulu, saat masih berbisnis komputer bekas, service dll, saat saya lebih suka menggunakan mobil plat merah milik ayah saya, yg mana setiap masuk Harco mangga dua, Glodok dll  selalu bebas biaya parkir. hehehe. Waktu itu Rahmat yg masih berpacaran dengan sepupu saya Eka (Ibu dari Tsabita) masih tinggal di jakarta dan sering ikut berbisnis komputer juga dengan saya.
Ohh iya Eka ini adalah putri dari kakak tertua Ibu saya, yg saya panggil Tante Iceu  yg menikah dengan seorang hakim asli Bengkulu, setelah menikah Tante Iceu ini ikut tinggal serta mengajar di Bengkulu sampai akhir hayatnya, Tante saya itu juga merupakan salah satu pendiri Universitas negeri Bengkulu hal mana karirnya diikuti oleh Eka yg juga mengajar di UNIB, sedangkan keluarga Rahmat ini aslinya dari Manna, Bengkulu Selatan.

setelah mengantar ke Sekolah kami mengunjungi Pantai Panjang, yg ternyata garis pantainya sudah tidak terlihat lagi karena tertutup air laut, sampai pohon2 dipinggir pantai juga banyak yg tumbang terrkikis gelombang. Ombak benar2 dahsyat saat itu, sehingga saya terpaksa mengurungkan niat saya utk ke P Tikus, bahkan adik dari Rahmat yg merupakan pemilik perahu & operator wisata ke P tikus juga berada di daratan karena kondisi cuaca.
saat saya tiba pohon ini masih berdiri tegak, setelah
tanahnya terkikis dihantam gelombang dahsyat
langsung tumbang
Terkena Abrasi

Karena pasirnya terkikis terkena abrasi
Akar pohon tsb lgs tercabut.
Pantai Panjang
Sesudahnya kami mengunjungi View tower, yg sedang dalam proses pengerjaan, tidak sembarang orang boleh masuk, tapi sehubungan James; suami dari adik sepupu saya yg juga Guru beladiri TNI & Polri di bengkulu menjadi kepala keamanannya, maka saya diberikan kuncinya.
View Tower ini ada terowongan bawah tanah ke kantor gubernur Bengkulu, dan juga rencananya akan tembus ke benteng Marlborough, tapi karena harus melewati gedung arsip nasional yg utk wilayah Bengkulu, Sumsel & Jambi kantornya berpusat di jambi, maka masih harus menunggu perijinannya.

James bercerita saat menggali terowongan dari view tower ke Gedung gurbernur, mereka banyak menemukan barang2 antik, seperti; guci, karena sisi depan gedung gubernur tsb dahulunya adalah makam para prajurit Inggris & keluarga, saya juga sempat memasuki terowongan tsb. Bau bangkai dari seekor kucing yg sepertinya terjebak masuk (tidak bisa keluar) dan beberapa tikus benar2 membuat saya tidak betah berlama lama dibawah, sedangkam utk naik keatas kami sempat kerepotan tanpa membawa senter, karena selepas lantai 2, tidak ada cahaya sedikitpun yg masuk, benar2 gelap gulita untungnya saya membawa korek, sepertinya benar2 penderitaan buat Rahmat utk naik tangga entah beberapa lantai (saya lupa menghitung).
View Tower dari sisi depan POLDA

View dari puncak view tower
View dari puncak view tower
Selanjutnya kami mengunjungi Benteng Marlborough, dari sini ada terowongan yg menuju ke pantai, sempat tidak enak hati saya disini, karena penjaganya tidak mengijinkan kami untuk membayar tiket masuk, sehubungan mereka sangat hormat dengan James & Rahmat (atau karena kami menggunakan mobil plat merah hehe).
Benteng Marlborough
Benteng Marlborough
Benteng Marlborough
Benteng Marlborough
Kemudian kami menuju rumah Pengasingan Bung Karno di Bengkulu. Ada Foto Ibu fatmawati yg terlihat begitu cantik, mengingatkan saya akan sebuah cerita dari buku 
"Bung Karno Biography as Told to Cindy Adams" yang pernah saya baca; ceritanya kira2 begini:
Bung Karno yg terpesona oleh kecantikan Ibu Fat, kemudian berkata kepada Ibu Inggid (istrinya saat itu):

Bung Karno: "wahai istriku, aku baru saja membaca kisah BhagawadGita, disitu Harjuna bertanya kepada Sri Kresna yg titisan dewa Wisnu (sebagai manifestasi Tuhan)

Harjuna: "wahai Kresna, dimanakah engkau?"

Kresna: "Harjuna, aku ada dimana mana, aku ada di teriknya mentari yg menyinarimu, aku ada didinginnya malam yg menyelimutimu, bahkan aku ada di manisnya senyuman gadis yg memikat hatimu"

BK Kepada Bu Inggid:

Aku terpikat oleh senyuman fatimah (nama asli Ibu Fatmawati) istriku, karena aku seorang yg religius dan ingin dekat dengan tuhan, maka ijinkanlah aku menikah dengannya istriku 
Rumah pengasingan Bung Karno di Bengkulu
Foto Ibu Fat sewaktu muda
Sepeda yg konon sering digunakan oleh BK

Selesai Explore kota bengkulu, saya segera ke Bengkel Sony, utk memasang kembali Bracket Motor dan bukan hanya dibantu oleh sony dari club CB Bengkulu, saya juga dijamu oleh sony & rekan2nya.


Jam 19.00 wib ditengah hujan sangat deras, saya meluncur menuju Manna-Bintuhan. Sebenarnya Jalur Bengkulu - Manna-Bintuhan-Krui-TNBBS ini terbilang indah, tapi berhubung saya sudah sering melewatinya, tidak ada penyesalan utk melintasinya dimalam hari saat sudah gelap. Peta jalur Bengkulu-Krui-Ranau-Krui-TNBBS-Balam-Bakau

Diantara Manna (*baca Manna'k seolah olah ada "K" nya) - Bintuhan saya melihat suami istri yg sedang mengganti ban mobilnya nya ditengah hutan tengah malam ditengah hujan deras pulak..karena kasihan saya berhenti utk menolongnya..Tapi awalnya saya malah dikira Rampok...grrrrr  (mosok wajah penuh kedamaian serta keteduhan seperti saya dikira rampok..gak sopan)..dengan mimik ketakutan istrinya nyaris menyemprotkan hot spray & suaminya memegang konci ban dengan gemetar.  1 jam mereka mencoba mengganti ban Avanza mereka dan belum berhasil, buat saya tdk sampai 5 menit saja. Setelah selesai saya melanjutkan perjalanan dengan mereka meminta saya mengawalnya dibelakang, tapi karena terlalu lambat dia mengemudi serta sulit melihat lubang jika riding dibelakang mobil, saya tinggalkan saja mereka.

Kondisi Jalur antara kota Bengkulu -Manna-Bintuhan ini terbilang sangat buruk penuh lubang dan berliku.

13 Agustus 2014 D=16 (Manna-Krui-Ranau-Krui-TNBBS-Balam-Bakau-Bekasi)
Setelah Riding selama hampir 7 jam dari Kota Bengkulu ditengah hujan deras yg tiada henti, kabut, genangan air & Longsor dengan sepatu serta kaos kaki basah (sangat menyiksa dinginnya) akhirnya sekitar jam 01.45 wib, saya tiba di SPBU di Selatan Kota Bintuhan, Bengkulu yg merupakan SPBU terakhir sebelum perbatasan dengan prov Lampung, Ternyata pemilik warung didepan SPBU tsb adalah orang Krawang (beristri wanita Bintuhan) yg lama tinggal di dekat rumah saya di Bekasi..dia juga ternyata mengenal banyak bikers sahabat saya yg sering melintas didaerah tsb.
Asik mengobrol dengan pemilik warung tsb, membuat saya baru melanjutkan perjalanan kearah Krui, Lampung jam 04.45wib, tapi masih sangat gelap waktu itu.
Jam 06.00 saya tiba di krui, Lampung Barat. Kondisi jalan sesudah memasuki Prov Lampung semakin parah lagi, beberapa bagian malah hanya bebatuan yg sudah tidak ada aspalnya lagi karena tergerus air & longsor. untungnya saya sudah sangat hapal jalur tsb sehingga tidak masalah utk riding saat gelap sekalipun.

Sepanjang touring ini, saya sering mendapat pertanyaan "kok berani touring sendirian malam2 di lintas sumatra yg angker & rawan kriminal?" Biasanya saya akan menjawab dgn santai "kalau saya kan koleganya Begal & begu (setan), mosok mereka mendahului rekan seprofesi". hehehe.
Tetapi jawaban saya yg sebenarnya adalah:
1) saya tidak sensitif terhadap hal2 gaib dan sejak kecil saya percaya kalau setan dan teman2nya itu  hanya ada di hati, pikiran & panca Indra manusia. Kalau ada manusia yg melihat setan artinya cuma 2:
-dia mengalami gangguan jiwa (halusinasi visual/akustik atau sedang mabok berat.
-dia sedang melihat bayangan dirinya sendiri yg jahat seperti setan.
2) saya percaya hukum karma, kalau saya tidak pernah mengambil yg bukan hak saya, maka tak ada satu manusiapun yg akan mengambil hak saya, termasuk begal.
3) kalau motor mengalami masalah ditengah hutan tengah malam..ya nikmatin saja sebagai bagian dari sensasi touring..gitu aja kok repot. 
pagi hari di seputaran Krui
pagi hari di seputaran Krui


P Pisang Dari kejauhan
Tiba di sebuah pertigaan yg sangat saya kenal di Krui, lampung Barat..perasaan galau sama spt waktu di Tarutung, Sumut kembali timbul, disatu sisi saya ingin terus melanjutkan perjalanan via barat, disisi lain ingin bernostalgia dengan jalur Krui-Liwa-Danau Ranau yg selain menjadi jalur legendaris dikalangan petouring, buat saya pribadi seperti mantan pacar dimana kita ingin selalu mengetahui update kabarnya 
Akhirnya keputusan yg sama dgn sewaktu di Tarutung kembali saya ambil, saya mengunjungi Liwa - Ranau dahulu, sebelum kembali ke Krui, apalagi mendadak saya malas nyebrang ke P Pisang.

kembali lagi ke Krui sekitar jam 09.00wib, saya melanjutkan perjalanan dan berhenti di Tanjung Setia, tempat yg ternyata banyak "nyama" nya (*baca "nyame"=bahasa Bali yg artinya saudara).
Tanjung Setia
Perjalanan berlanjut dan saat melintasi TNBBS (taman Nasional bukit barisan selatan) kecelakaan parah nyaris terjadi..Saat tikungan blind corner kekanan buat saya (kekiri buat yg dari dari arah berlawanan), sebuah pickup L300 tiba2 bermanuver mendadak kekanan hendak menyalip sebuah truk ditanjakan tanpa melihat ada saya dari arah berlawanan, melihat keberadaan saya dia malah panik dan sempat limbung...hanya keberuntungan yg menyelamatkan saya saat itu, dengan melakukan shift down 2 X saya menurunkan motor saya ke badan jalan yg merupakan rumput basah dengan jurang hanya berjarak 30cm dikiri saya..saat itu saya tetap meluruskan mtr saya saja dibadan jalan tanpa ngerem agar motor tidak tergelincir jatuh, setelah stabil baru saya belokkan kekanan utk naik kembali ke jalan..alhamdulilah saya lolos dari kecelakaan. Saya langsung putar balik dan mengejar L300 tsb, setelah saya giring kekiri sampai berhenti; dia meminta minta ma'af dengan logat "jawa nya"..ini bukan masalah minta ma'af, kali ini dia lolos dari membunuh orang, tapi keidiotannya pasti akan berulang dan bisa membunuh banyak orang di kemudian hari. Orang ini harus di "HUKUM" berat agar kapok dan tidak mengulangi lagi KEGOBLOKKANNYA".

Setelah menghukumnya saya melanjutkan perjalanan dan sempat mengambil foto sesaat begitu keluar dari TNBBS:


am 16.00 sore saya sudah tiba di Pelabuhan Bakauheni dan saat di Ferry saya menjemur sepatu & kaos kaki saya yg basah, semerbak baunya membuat orang2 disekitar menyingkir dari dekat saya 

Jam 19.00wib saya sudah di Merak dan harus menghadapi 1 dari 3 jalur yg selalu berhasil memancing emosi saya saat sedang ramai, yaitu jalur Cilegon-Grogol, (2 jalur lainnya adalah: Bekasi - Karawang dan Jakarta - Puncak) sialnya setiap hendak touring mau tidak mau saya harus melewati 3 jalur terkutuk tersebut.
Benar saja; seekor pengemudi Matic berboncengan (sama2 pria dewasa) mengemudi dengan brutal, zig zag , 3 X memepet saya dan pelan justru saat jalan kosong, saat ke 3 kalinya emosi saya memuncak, saya mendahuluinya dan menggebrak stangnya sambil berkata agar dia "hati2" Pengemudinya diam saja sambil menatap seperti marah kesaya, tapi kemudian dia berjalan pelan dan tidak berusaha menyalip saya lagi. (*kalau orang yg saya gebrak membaca ini, "ma;af yaks saya sedang kelelahan, tapi sopanlah mengemudi").

memasuki kalimalang, saya mulai auto pilot dan berjalan pelan dikiri, sampai akhirnya jam 23.00 wib saya berteriak sambil mengangkat tangan begitu melihat gerbang komplek saya"Mission Accomplished".
Rumah saya masih sekitar 50m dari gerbang, tapi suara teriakan melengking kegirangan sudah terdengar sejak saya masuk gebang dari mahluk dibawah:



Terima kasih semua yg membantu saya selama trip ini,, terima kasih spesial & sebesar besarnya buat ANDINI (Motor saya) yg telah sangat setia tanpa rewel selama touring..MMMuuuuuachhhhhhhh.           



SELESAI







RINCIAN BIAYA
01) Bensin Premium PP = Rp 1.200.000
02) Olie Mesin = 3 X ganti = RP 148.000
03) biaya Ferry: Rp 221.000
a) Merak-Bakau (Jawa - Sumatra) PP = Rp 78.000
b) Ulhee Lee - Balohan (Banda Aceh - Sabang) = Rp 55.000 & Rp 75.000 = Rp 130.000
c) Tomok - Prapat (samosir - Prapat) = Rp 13.000
05) Sewa alat Snorkeling + Perahu ke P Rubiah = Rp 70.000
06) Sewa Kamera Underwater = Rp 120.000
07) Penginapan Total = Rp 757.500 ....rinciannya:
a) Palembang, Sumsel = Rp 100.000 / 2 = Rp 50.000
b) Rengat, Riau = Rp 150.000 /2 = Rp 75.000
c) Medan, Sumut = Rp 95.000 / 2 orang = Rp 47.500 
d) Pantai Iboih, P Weh. NAD = Rp 250.000 / 2 orang X 2 Hari = Rp 250.000
e) Banda Aceh = Rp 70.000 / 2 orang = Rp 35.000
g) Balige, Sumut = Rp 100.000
f) Bukit Tinggi, Sumbar = Rp 100.000
h) Painan, Sumbar = Rp 100.000
08) Total HTM obyek wisata (catatan hilang, tapi sekitar) = Rp 50.000 *banyak digratiskan oleh petugas.
09) Makan, Minum Rokok, Duren, jajan dll @17hari = Rp 1.800.000
10) Biaya kenakalan  = Rp 425.000 
TOTAl BIAYA= 4.791.500

Daftar CP
ma'ap yaks, CP hampir semuanya hilang, tapi 1 yg paling penting masih ada:
CP Speed Boat ke P Rondo = MR Bin Bukdri = 082163886665 @ 2,5 - 3jt / 4 org maksimal

Peta Jalur yg saya gunakan:













































Sabtu, 13 September 2014

Jelajah Andalas Sampai ke Pucuknya (Sabang) Bagian 4

8 Agustus 2014 D=11 (Merek-Tele-Samosir-Prapat-Balige)
Peta Jalur untuk hari ini: Peta Jalur Merek-Tele-Samosir
Jam 06.30 dengan kepala yg masih pusing saya melanjutkan perjalanan menuju Tele, karena saya hendak masuk P Samosir via darat, ternyata antara daratan Sumatra & P Samosir itu ada jembatan yg dibuat pada jaman kolinial Belanda.

jam 06.30 ini di Sumut mirip dengan jam 05.00 di Jawa, masih gelap dan udara sangat dingin yg memaksa saya melapis jaket saya dengan jas hujan yg tebal, selain itu memang sedang gerimis. Saya mengarah ke Sidikalang-Dolok Sanggul dengan jalur yg sangat mulus penuh dgn pemandangan indah serta tikungan menantang, Saat melewati perbatasan kab Tanah Karo dan Kab Dairi ada sebuah perasaan sedih hendak berpisah dgn tanah Karo yg terlanjur saya cintai ini..Saya pasti akan kembali ketempat ini, setelah misi saya & Andini (Motor saya) mengelilingi Nusantara selesai nanti (entah kapan).
Sedikit mengenai kabupaten Dairi ini: Menurut sejarah, Sisingamangaraja XII pernah Tinggal di Dairi Pakpak ini sewaktu perang menghadapi Belanda  dalam Perang Tapanuli (1878-1907).


Tiba di kota Kec Sidikalang (Kab dairi),  saya mencoba icon lain dari sidikalang selain duren, tak lain adalah: "kopi sidikalang" yg ternyata rasanya lebih dahsyat dari kopi Aceh, saya sempat membeli 2 bungkus utk dibawa ke Jakarta, sayang tertinggal saat makan di sebuah warung .


Dari Sidikalang, saya juga tidak langsung belok kiri kerah Tele, saya sempatkan lurus dahulu mengunjungi Dolok Sanggul, hanya sekedar mencicipi jalurnya saja saja. Dari Dolok Sanggul saya kembali ke arah Sidikalang (utara) dan belok kanan (kiri kalau dari arah Sidikalang) mengarah ke Pangururan, dibagian ini jalan sedikit jelek dan berlubang sampai kemudian di sebuah pertigaan saya belok kekiri dan melihat sebuah plang bertuliskan "selamat datang di Kabupaten Wisata Samosir"

Sepanjang perjalanan saya sempat mengambil beberapa foto, tapi lupa lokasinya, yg pasti itu antara Merek-Sidikalang-Dolok sanggul tapi belum sampai Tele:





 Tidak jauh dari Plang selamat datang kabupaten Samosir, saya mellihat Menara Pandang Tele, tertulis di monumen tsb, bahwa menara pandang ini diresmikan pada 1988 oleh Bupati Tapanuli Utara saat itu; Drs G Sinaga. Sayang sekali tempat yg digunakan untuk memandang P Samosir ini dan konon bisa melihat Sunrise sekaligus sunset yg indah ini terlihat kurang terawat.

Tarif masuk + parkir di Tele ini sangat murah hanya, seharga Rp 2.000 dimana yg menjaganya, seorang wanita berusia 30an dengan wajah mirip seorang rekan saya boru batak di Bekasi, hehehe. Saya teringat ucapan Brian May (Gitarisnya Queen) Saat hendak menyanyikan lagu "39", bahwa 30 tahun dia tidak berkunjung suatu tempat, tapi wajah2 tsb terlihat sangat familiar dengannya padahal saat dia terakhir ke tempat tsb, orang2 tsb bahkan belum lahir..Begitupun yg saya rasakan, saya belum kenal atau bahkan belum pernah ke tempat tsb sebelumnya, tapi banyak tempat & wajah yg terlihat sangat familiar dengan saya. 

Dari Tele ini selain bisa melihat danau Toba & P Samosir, terlihat juga banyak air terjun dari kejauhan, saya berjanji dalam hati: "suatu saat saya akan kembali kesini dengan motor saya dan akan mengunjungi satu persatu seluruh air terjun tsb....
view dari tele:








Mumpung ada pengunjung lain, minta tolong difotoin ahh
Perjalana di lanjutkan menuju Pangururan, P Samosir. jalanan menurun berkelok dan sangat curam, tapi memiliki view sangat yg indah. Setelah melintasi sebuah Jembatan, akhirnya saya tiba di Kota Kec Pangururan yg merupakan Ibukota dari Kab Samosir, Samosir ini memiliki 9 kecamatan; 6 diantaranya ada di P Samosir & sisanya ada di lingkar luar danau Toba. Memasuki P Samosir tujuan pertama saya adalah musium batak Dance, ketertarikan saya akan asal usul & budaya batak, membuat saya lama berbincang bincang dengan seorang bapak tua yg sayangnya kurang fasih berbahasa Indonesia, untungnya saya dibantu seorang wanita muda baik hati yg juga lama tinggal di jakarta dan wajahnya juga mirip dengan seorang sahabat saya boru batak yg tinggal di Bandung, hanya bahunya tidak bidang seperti rekan saya tsb, yg sekalipun terlihat "gagah" sbg wanita tapi berhati lembut, polos & baik hati hehehe. 

Saya Sempat mendengar cerita tentang Begu Ganjang juga loh, plus Agama Parmalim yg merupakan agama asli indonesia sama spt Sunda Wiwitan (Baduy, Ciptagelar dll di Jawabarat), Danom Kaharingan (Dayak), Wektu Telu (Sasak) dll.

Memasuki area musium ini, sebagai seseorang yg sejujurnya "tidak terlalu religius" dan sama sekali tidak memiliki darah Batak, saya menjadi teringat sebuah filsafat batak yg pernah saya baca dari sebuah buku: "Ingot tu debata mulajadi nabolon" (Ingat dan takut kepada tuhan), Suasananya benar2 mengingatkan saya akan perkampungan tradisional Bali  ..kok kek Dejavu lagi yaks..sudahlah lanjut foto2 saja:


Melihat foto saya sendiri, akhirnya saya paham, mengapa saat
saya sendirian malam2 melintasi daerah2 rawan di Sumatra,
tak satupun begal yg menggangu saya; ternyata:
wajah saya justru terlihat seperti kolega mereka (para begal) hehe





Saat hendak melanjutkan perjalanan, masalah yg biasa saya hadapi kembali terjadi; "konci motor saya hilang"..yasudah saya minta tolong anak2 kecil disitu untuk mencarikannya, dengan janji akan saya berikan imbalan, saya kemudian melanjutkan ngobrol2 santai dengan wanita tsb yg ternyata juga sangat tertarik dengan dunia traveling.
30 menit kemudian konci saya berhasil ditemukan terjatuh tidak jauh dari pos restribusi ..saya lgs berikan uang buat hadiah kepada anak2 tsb dan lanjut. Saya sempat mengunjungi kebun raya samosir yg merupakan kebun raya ke 2 di Indonesia setelah kebun raya Bogor serta beberapa tempat lain, sampai bat kamera saya tewas..untungnya saat hendak menyebrang kembali ke Prapat berhasil mendapatkan bat baru di sebuah warung.






biar kek ank motor, moto di gapura hehe
Puas menjelajah P Samosir, sekitar jam 18.00wib (disini jam 18.00 masih terang) saya menuju dermaga Tomok utk menyebrang kembali ke Prapat. Jika menggunakan Ferry maka akan membutuhkan waktu 1 jam, sedangkan dengan Perahu bermesin Fuso hanya 1/2 jam saja. Ohh iya mengapa saya memutuskan tdk menginap di Samosir. karena penginapan di Tuk Tuk atau Tomok relatif mahal, sedangkan saya hanya sendiri tanpa rekan share cost, selain itu agar saya bisa mencapai Bukit Tinggi esok harinya, sebelum terlalu gelap. penyebrangan motor + orang ternyata hanya RP 13.000.
Di dermaga ini saya mendapatkan banyak kenalan baru & informasi, diantaranya seorang asal Kisaran yg punya villa & kebun di Dekat Tomok..bapak ini berwajah mirip mantan Pangab RI yaitu: Jendral Purn Wiranto hehe, selain itu ada seorang pemuda Samosir yg tinggal di Balige, 2 org ladies Backpacker asal medan & Bandung, ABK, petugas dermaga dll.




Sesampainya di Prapat, saya sempat mencari penginapan, dengan maksud awal, agar tidak kehilangan pemandangan indah saat menyisir danau toba dari Prapat sampai Balige, ternyata mahal2..yasudah, setelah makan disebuah tempat dengan view yg indah, saya melanjutkan perjalanan menuju Balige..penyesalan terbesar saya dalam trip kali ini, sepertinya saya melewatkan keindahan sisi luar Danau Toba (karena sudah gelap), akhirnya utk menutupi kekecewaan saya ngebut gila2an saja di jalur ini sambil menikmati setiap tikungan karena sudah tidak bisa tengok tengok & memfoto pemandangannya.



Tiba di Kota Balige, kota ini cukup ramai dan sangat bernuansa Batak Toba, termasuk ada Onan balige yg terkenal itu (pasar tradisional) dipinggir jalan dgn bangunan khas Batak. Di Balige ini sebenarnya juga ada air terjun tertinggi di Indonesia, yaitu "Sigura gura" sayang saya tdk sempat mampir.

Akhirnya saya mengambil penginapan tdk jauh dari pasar yg cukup nyaman seharga 100rb, dan saat hendak reservasi..saya sempat KAGET melihat pemiliknya seorang wanita muda Batak cantik & lembut yg hampir 100% mirip teman trip saya yg juga berdarah Batak Toba yg tinggal di Cakung, Jakarta timur  (*semoga orangnya ga baca) #Sumpah dari wajah, bentuk tubuh, suara, gaya dll Mirip kek kau kali Ito..hehehe.

Hal unik lainnya dari kota balige ini adalah, bentor nya menggunakan Vespa.

Saat saya hendak mencari makan, tiba2 muncul beberapa Bikers Sumut, yg langsung menculik saya ke sebuah Cafe terapung  (alamat ga bisa bangun pagi lagi nih besok), tapi Cafe tsb keren, dan bisa request lagu, seperti biasa saya request lagu batak favorit saya "Didia Rokkaphi". Ohh iya disini kami go Dutch (bayar sendiri sendiri), karena prinsip touring saya tidak pernah mau menyusahkan tuan rumah.



9 Agustus 2014 D=12 (Balige-Tarutung-Sibolga-Tarutung-Sipirok-Sidempuan-Bukittinggi)
Jam 06.30 wib saya sudah meneruskan perjalanan, sejujurnya masih sangat ngantuk & lemas, tapi untungnya saya sama sekali tidak sedang dalam pengaruh alkohol, Perjalanan awalnya menuju Tarutung, dan sampai disebuah pertigaan dimana yg kekiri ke Sipirok-Padang-Sidempuan dan yang terus ke Sibolga..
Keduanya merupakan jalur utama yg dilewati bis Medan - Padang (sekalipun jarang), Saya ingin mencicipi jalur Tarutung - Sibolga, tapi ingin juga melewati daerah Sipirok - Rao - Bonjol dll yg merupakan obsesi saya sejak SMP setelah membaca buku Tuanku Rao Yg bercerita tentang salah satu sejarah kelam bangsa kita.

Akhirnya setelah bertanya dengan seorang polisi, saya memutuskan utk ke Sibolga dahulu dgn jarak 62 Km (2jam waktu Tempuh) baru kemudian kembali ke Tarutung utk menuju Sipirok. benar saja, ternyata waktu yg saya butuhkan utk PP Tarutung - Sibolga sejauh 124 km hanya 3 jam saja.
Prapat-Balige-tarutung-Sibolga-tarutung-Sipirok-Sidempuan-BukitTinggi

menjelang memasuki Kota Sipirok, saya melihat jalan yg mirip di Nagrek, jawa barat, dimana bukit dibelah:

Memasuki Madina (Mandailing Natal), saya sempat tertawa mendengar warga banyak yang memasang lagu lagu minang, saya jadi teringat alm nenek saya dari pihak Ibu yg berasal dari Pariaman, Sumbar. Memang orang Batak mandailing ini memiliki kedekatan karakter & budaya dengan orang Minang, karena dekat perbatasan Sumbar, umumnya mereka juga menguasai bahasa Minang.
Berbeda dengan hari2 sebelumnya, hari ini cukup terik, sehingga akhirnya saya berhenti disebuah sungai utk membasuh wajah dan bersantai sejenak


Selesai main di Sungai, saya menuju ke sebuah warung yg berada tidak jauh disebrang jalan, dari perbincangan dengan seseorang warga bermarga Lubis, saya mendapat info kalau sungai ini biasanya airnya deras dan dalam bahkan pernah beberapa kali meluap (banjir bandang) sampai memakan banyak korban jiwa, tapi karena sudah 3 bulan tidak turun hujan, maka jadi seperti itu....Spontan saya lemas mendengarnya, karena sudah mengetahui apa yg sebentar lagi akan terjadi, saya menengok ke Gunung Sorik Marapi yg sejak saya masuk Kab Madina ini sampai posisi saya saat itu di KotaNopan (32 km menjelang perbatasan Sumut - Sumbar) terlihat cerah & sangat jelas, tiba2 nyaris tak terlihat lagi dan gelap, padahal saat itu baru sekitar jam 15.30 wib, terbayang saya harus melewati daerah dataran2 tinggi yg dingin dalam keadaan sepatu, kaos kaki & pakaian basah (saya memang tidak menggunakan sepatu boot utk touring lebaran ini, karena biasanya udara selalu cerah di Bulan Agustus)  . Benar saja hujan intensitas sedang segera turun dan alhamdulilah berhenti saat saya memasuki perbatasan Sumbar.
View kiri jalan didekat perbatasan Sumut-Sumbar
Memasuki Sumbar saya berhenti di Tugu Tuanku Rao:

Setibanya di Lubuk Sikaping, saya kembali berhenti:


Perjalanan berlanjut dan saya tiba di Tugu garis khatulistiwa dibonjol:

Perjalanan berlanjut, dibagian ini saya benar2 menikmati setiap tikungan2 dengan kecepatan tinggi sambil menyalip setiap kendaraan yg ada didepan saya untuk melawan dingin & ngantuk, benar2 tak terlupakan saat itu dan sekitar jam 19.30 saya tiba di Bukit tinggi, disini saya mengambil penginapan seharga Rp 100.000/hr (tadinya 150rb, tapi setelah mengetahui Ibu saya orang minang, maka 50rbnya dikembalikan), penjaga penginapan ini mirip dengan Sutan Syahrir salah seorang bapak bangsa kita. Di Kota kelahiran bung Hatta ini saat itu sangat ramai karena bertepatan dengan Malam minggu dan saat makan di sebuah Cafe, saya sempat bertemu dengan beberapa traveler asal jakarta, Bandung, Pekanbaru dll.
FYI: Sekedar mengingatkan: Di Sumatra Barat ini, selalu tanya harga sebelum memesan / membeli sesuatu dimana saat mereka melihat pendatang, kita langsung digetok dengan harga selangit, untungnya saya bisa berbahasa Minang dan memang memiliki darah minang  (Nenek dari pihak ibu), sehingga kalau dilihat secara Matriarkat maka saya adalah orang Minang hal mana membuat saya selalu mendapatkan harga yg murah dan tidak pernah digetok, tapi bagaimana dengan saudara2 kita wisatawan asal daerah lain?? Ayah saya yg notabene adalah Sumando, dan sering berdinas ke Sumbar bahkan berkali kali sampai menasihati beberapa pedagang di Singkarak, Bukittinggi dll agar tidak membuat wisatawan kapok, yg jelas akan mematikan pariwisata Nagari (Sumbar)..